Ilmuwan menciptakan alat AI bernama LORIS yang memprediksi respons pasien terhadap imunoterapi menggunakan data klinis rutin. LORIS menggabungkan mutational burden tumor dengan fitur klinis sederhana, menawarkan akurasi lebih tinggi dibanding metode sebelumnya. Studi ini menunjukkan potensi LORIS untuk meningkatkan terapi kanker pribadi dan perlu diuji lebih lanjut di lingkungan klinis.
Para ilmuwan telah mengembangkan alat AI yang menggunakan data klinis rutin untuk mengidentifikasi pasien kanker yang kemungkinan besar akan merespons pengobatan imunoterapi, khususnya inhibitor checkpoint. Pendekatan ini bertujuan untuk membimbing perawatan kanker yang dipersonalisasi. Meskipun terapi kemoterapi dan bedah telah lama menjadi standar, baru-baru ini imunoterapi, yang memanfaatkan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker, semakin populer.
Inhibitor checkpoint telah menunjukkan peningkatan dalam pengobatan beberapa jenis kanker. Namun, tidak semua pasien merespons dengan baik terhadap pengobatan ini. Untuk meningkatkan pengidentifikasian pasien yang bisa mendapatkan keuntungan, penelitian telah dilakukan untuk menemukan metode yang lebih akurat daripada biomarker yang telah ada hingga kini, yang sering kali mahal atau tidak rutin digunakan.
Tim peneliti, dipimpin oleh Dr. Eytan Ruppin dan Dr. Luc Morris, menganalisis data dari lebih dari 2.880 pasien kanker dengan 18 jenis tumor padat. Mereka mengkaji lebih dari 20 fitur klinis dan genetik serta hasil pengobatan untuk mengembangkan model prediksi yang lebih baik melalui pembelajaran mesin.
Model baru yang mereka buat, LORIS, menggabungkan tumor mutational burden dengan lima fitur klinis yang rutin dikumpulkan. Uji coba menunjukkan bahwa LORIS lebih efektif dalam memprediksi respons pasien dibandingkan metode sebelumnya. Selain itu, LORIS dapat memprediksi kelangsungan hidup pasien setelah imunoterapi.
LORIS diharapkan dapat membantu guide keputusan perawatan dan memaksimalkan manfaat bagi pasien, meskipun diperlukan studi lebih besar untuk menilai penerapannya dalam praktik klinis. “Kami berhasil mengembangkan model prediktif baru untuk respons imunoterapi menggunakan hanya enam variabel sederhana,” kata Morris. “Studi ini menjadi contoh pentingnya kolaborasi antara klinisi dan ilmuwan data untuk meningkatkan perawatan pasien,” tambah Ruppin.
Inovasi dalam pengobatan kanker kini memasuki era baru dengan meningkatnya penggunaan imunoterapi. Imunoterapi bekerja dengan menggunakan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker, di mana inhibitor checkpoint adalah salah satu jenis yang terbukti efektif. Namun, tidak semua pasien merespons pengobatan ini, sehingga sangat penting untuk memiliki alat prediksi yang akurat untuk memilih pasien yang tepat. Terobosan terbaru dalam pengembangan alat berbasis AI dapat membantu meningkatkan hasil terapi pasien dengan memanfaatkan data klinis yang ada.
Alat AI LORIS mampu meningkatkan akurasi dalam memprediksi respons pasien terhadap imunoterapi, menggantikan biomarker tradisional yang sering tidak akurat. Model ini menggunakan data klinis yang mudah diakses dan bisa menghasilkan prediksi yang lebih baik untuk perawatan cancer. Penelitian lebih lanjut diperlukan, namun LORIS menunjukkan potensi besar dalam membantu dokter membuat keputusan pengobatan yang lebih baik bagi pasien.
Sumber Asli: www.nih.gov