Penelitian Menjanjikan untuk Pengobatan Neuroblastoma pada Anak dengan Model Tikus

Penelitian dengan model tikus memfokuskan pada pengobatan baru untuk neuroblastoma, kanker langka pada anak-anak, dengan harapan meningkatkan kelangsungan hidup. Penemuan yang menjanjikan seperti Lorlatinib menunjukkan efektivitas dalam mengobati anak-anak yang menderita kanker ini. Model tikus membantu memahami pengobatan dan mengurangi efek samping dari kemoterapi tradisional.

Penelitian dengan model tikus menunjukkan bahwa pendekatan baru dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup anak-anak dengan neuroblastoma, kanker langka yang biasa terjadi pada anak-anak. Neuroblastoma biasanya muncul pada sistem saraf yang berkembang dan mempengaruhi sekitar 100 anak-anak di Inggris setiap tahunnya. Dari jumlah itu, sekitar 30 anak diobati melalui operasi, dan 20 anak lagi melalui kemoterapi dengan laju kesembuhan yang tinggi. Namun, anak-anak dengan neuroblastoma berisiko tinggi menerima pengobatan yang intensif, seperti kemoterapi, radiasi, dan imunoterapi, dan hanya sekitar 50% yang bertahan hidup.

Model tikus yang dimodifikasi genetik berperan penting dalam mempelajari kanker anak, termasuk neuroblastoma. Penelitian ini fokus pada memahami pola pertumbuhan tumor dan kepekaan terhadap pengobatan, menghasilkan obat-obatan baru yang telah memasuki uji klinis. Tikus dan model organ manusia digunakan untuk mengidentifikasi dosis yang aman dan efektif untuk pengobatan. Pengembangan obat baru untuk neuroblastoma sangat bergantung pada riset ini, dengan penekanan pada penanganan efek samping yang minimal.

Mutation pada protein seperti ALK dan MYCN diketahui mendorong pertumbuhan tumor neuroblastoma dari tahap perkembangan awal. Model tikus yang direkayasa genetik berhasil memberikan wawasan yang berharga dalam menargetkan obat-obatan yang secara spesifik mempengaruhi protein onkogenik ini. Penemuan seperti Lorlatinib, penghambat ALK, memberikan harapan baru dan potensi besar dalam meningkatkan kelangsungan hidup pasien anak.

Penelitian lebih lanjut sedang dilakukan untuk menangani resistensi terhadap obat ini, yang mungkin muncul akibat perubahan pada protein target. Pendekatan baru termasuk obat yang dapat menghapus protein kanker secara total dan terapi sel-T yang dirancang untuk menyerang sel-sel kanker dengan memanfaatkan protein permukaan sel kanker. Model tikus yang lebih baru mungkin diperlukan untuk mengukur efektivitas terapi ini sebelum diterapkan pada pasien.

Keberhasilan uji coba fase III dengan Lorlatinib sangat diharapkan, di mana pengobatan baru ini akan memberikan alternatif yang jauh lebih baik dibandingkan kemoterapi tradisional. Selain itu, penelitian berkelanjutan dengan model tikus akan sangat penting dalam mengembangkan pengobatan kanker anak dan mengurangi efek samping jangka panjang dari terapi saat ini.

Neuroblastoma adalah kanker yang jarang tetapi serius, umumnya mempengaruhi anak-anak. Dengan meningkatnya jumlah pediatric cancer diagnosis, penelitian berfokus pada mengembangkan pengobatan yang lebih efektif dan aman. Model tikus yang disesuaikan memungkinkan para ilmuwan menjelajahi molekul target dan potensi terapi baru. Genetik pada tikus memberikan pemahaman lebih dalam mengenai bagaimana tumor berkembang dan bertindak terhadap pengobatan berbeda, jadi menjadikan mereka alat yang tak ternilai dalam riset kanker.

Riset terbaru menunjukkan potensi signifikan model tikus dalam pengobatan neuroblastoma, menunjukkan bahwa Lorlatinib dapat menjadi pilihan berharga untuk pengobatan anak-anak dengan kanker ini. Dengan melanjutkan penelitian terfokus dan pengembangan obat baru, harapan akan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan mengurangi efek samping pengobatan kanker sangat mungkin tercapai.

Sumber Asli: www.understandinganimalresearch.org.uk

Clara Wang

Clara Wang is a distinguished writer and cultural commentator who specializes in societal issues affecting marginalized communities. After receiving her degree from Stanford University, Clara joined the editorial team at a prominent news outlet where she has been instrumental in launching campaigns that promote diversity and inclusion in journalism.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *