Pengujian Kanker Prostat Tidak Mendeteksi Penyakit Dini pada Wanita Transgender

Studi UC San Francisco menemukan bahwa ukuran PSA pada wanita transgender yang menjalani terapi hormon jauh lebih rendah, berpotensi menunda diagnosis kanker prostat. Ini menciptakan kebutuhan akan batasan PSA yang tepat untuk wanita transgender dalam prosedur skrining. Penelitian menunjukkan risiko kanker prostat meningkat meskipun kelenjar prostat tetap ada setelah operasi. Pengetahuan baru tentang risiko ini diperlukan untuk pengembangan pedoman klinis yang lebih sesuai.

Studi yang dipimpin oleh UC San Francisco mengungkap bahwa tes kanker prostat pada wanita transgender yang menjalani terapi hormon menunjukkan hasil PSA (prostate-specific antigen) yang cenderung rendah, memberikan rasa percaya diri yang menyesatkan. Penelitian menemukan bahwa nilai PSA pada wanita transgender 50 kali lebih rendah dibandingkan dengan nilai normal, yang mungkin menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan kanker prostat. Ini menyoroti perlunya penanganan yang lebih hati-hati terhadap batas normal PSA bagi wanita transgender yang belum menjalani operasi pengangkatan prostat.

Kanker prostat merupakan risiko bagi wanita transgender karena mereka masih memiliki kelenjar prostat setelah operasi perubahan jenis kelamin. Terapi estrogen yang umum digunakan dapat memengaruhi hasil tes PSA dan meningkatkan risiko kanker prostat tingkat tinggi. Peneliti menyebutkan bahwa pasien dan medis harus memperhatikan bahwa nilai PSA untuk mereka berbeda dari pria cisgender. Data yang dianalisis mencakup 210 pasien berusia 40 tahun ke atas yang menjalani perawatan estrogen tanpa riwayat kanker prostat.

Saat ini, pengujian PSA tidak memiliki batasan khusus untuk wanita transgender, dan penentuan skrining yang tepat sangat diperlukan. Peneliti menegaskan pentingnya memahami bagaimana estrogen berpengaruh terhadap risiko kanker prostat untuk mengembangkan kebijakan skrining yang lebih tepat. Penelitian ini didanai oleh National Institute on Aging dan beberapa dana lainnya, dengan penulis utama Dr. Farnoosh Nik-Ahd dan Dr. Matthew R. Cooperberg sebagai penulis senior.

Kanker prostat merupakan salah satu risiko kesehatan bagi wanita transgender yang masih memiliki kelenjar prostat setelah menjalani operasi perubahan jenis kelamin. Pengetahuan tentang pengaruh terapi hormon, terutama estrogen, terhadap risiko kanker ini baru mulai dikaji. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa diagnosis sering terlambat karena hasil tes PSA yang tidak akurat. Oleh karena itu, penting bagi komunitas medis dan pasien untuk memahami hasil tes PSA pada wanita transgender agar dapat melakukan tindakan pencegahan yang tepat.

Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai PSA yang digunakan saat ini tidak cocok untuk wanita transgender yang menjalani terapi hormon, yang dapat mengakibatkan diagnosis terlambat untuk kanker prostat. Lebih banyak penelitian diperlukan untuk menetapkan pedoman skrining yang lebih baik dan aman bagi wanita transgender. Penelitian ini juga menekankan pentingnya membahas risiko jangka panjang dari kanker pada pasien transgender dan memperbarui kebijakan skrining.

Sumber Asli: www.ucsf.edu

Nina Sharma

Nina Sharma is a rising star in the world of journalism, celebrated for her engaging storytelling and deep dives into contemporary cultural phenomena. With a background in multimedia journalism, Nina has spent 7 years working across platforms, from podcasts to online articles. Her dynamic writing and ability to draw out rich human experiences have earned her features in several respected publications, captivating a diverse audience.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *