Fitur Unik Kanker Kolorektal Dini pada Minoritas Ras dan Etnis

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kanker kolorektal yang terjadi lebih awal memiliki ciri molekuler yang berbeda, terutama di kalangan ras dan etnis minoritas. Sekitar 80% kasus early-onset adalah sporadis; temuan menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan modifikasi genetik dapat membantu menjelaskan disparitas dalam insidensi dan kelangsungan hidup. Penelitian ini juga membahas perlunya inklusi lebih banyak pasien minoritas dalam studi kanker.

Kanker kolorektal biasanya terdiagnosis setelah usia 50 tahun, tetapi saat ini semakin banyak ditemukan pada orang yang lebih muda, terutama di kalangan ras dan etnis minoritas. Penelitian terbaru dari Baylor College of Medicine, University of California di Irvine, dan Ben Taub Hospital mengungkapkan bahwa kanker kolorektal yang terjadi lebih awal memiliki fitur molekuler yang berbeda dibandingkan jenis yang muncul di kemudian hari.

Dr. Karen Riggins dari Baylor menyoroti bahwa mayoritas pasien muda yang didiagnosis kanker ini adalah minoritas rasial dan kondisi mereka sudah cukup parah saat terdeteksi. Dia dan rekan-rekannya melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kejadian kanker ini di populasi tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kanker kolorektal yang terjadi lebih awal lebih agresif dan umumnya muncul di sisi kiri kolon.

Sekitar 80% kasus kanker kolorektal lebih awal adalah sporadis, tanpa adanya mutasi genetik yang teridentifikasi. Pada populasi Hispanik dan Afrika-Amerika di AS, insiden kasus ini meningkat secara lebih cepat dibandingkan dengan Kaukasian, bersamaan dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah. Peneliti mengekplorasi kemungkinan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi ekspresi gen, untuk menemukan bahwa modifikasi epigenetik mungkin berperan dalam perkembangan penyakit ini.

Tim sebelumnya menemukan bahwa perubahan pada metilasi DNA di kanker kolorektal lebih awal juga berbeda pada pasien dari ras/etnis minoritas dibandingkan dengan pasien Kaukasian. Mereka menemukan bahwa perubahan epigenetik terjadi pada gen metabolik spesifik, termasuk gen yang berpotensi melindungi dari obesitas dan meningkatkan risiko kanker. Penelitian ini adalah yang pertama memprofilkan seluruh genom metilasi DNA pada sampel kanker kolorektal sejak dini.

Mereka menekankan pentingnya keberagaman dalam penelitian, mengingat lebih dari 80% pasien di Cancer Genome Atlas adalah keturunan Eropa, sedangkan hanya sekitar 9% adalah Afrika-Amerika. Hal ini menghalangi pemahaman lebih dalam mengenai perbedaan penyakit di antara kelompok rasial dan etnis, termasuk kanker kolorektal yang muncul lebih awal. Temuan ini berpotensi mengarah pada pengembangan biomarker baru yang dapat membantu dalam diagnosis dan pengobatan.

Kanker kolorektal umumnya dapat diatasi dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Namun, ada pergeseran terhadap diagnosis yang lebih dini pada individu di bawah umur 50 tahun, dengan peningkatan kasus di antara ras dan etnis minoritas. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi pada disparitas ini, terutama dengan mengeksplorasi perbedaan molekuler antara kanker kolorektal yang muncul lebih awal dan yang muncul kemudian.

Penelitian ini menyoroti perbedaan signifikan antara kanker kolorektal yang muncul lebih awal dan yang muncul kemudian, terutama dalam konteks ras dan etnis. Modifikasi epigenetik mungkin berperan penting dalam perkembangan kanker ini, memberikan harapan untuk terapi baru dan biomarker yang dapat membantu diagnosis serta intervensi pencegahan. Keberagaman dalam studi ini adalah kunci untuk memahami dan mengatasi disparitas dalam perawatan kanker.

Sumber Asli: www.bcm.edu

Clara Wang

Clara Wang is a distinguished writer and cultural commentator who specializes in societal issues affecting marginalized communities. After receiving her degree from Stanford University, Clara joined the editorial team at a prominent news outlet where she has been instrumental in launching campaigns that promote diversity and inclusion in journalism.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *