Kanker esofagus meningkat secara global, dengan insiden hampir dua kali lipat dalam tiga dekade terakhir. Studi GBD menemukan lonjakan signifikan di negara-negara tertentu, terutama di kalangan pria. Meskipun angka kematian menurun berkat pengobatan, beban keseluruhan masih sangat besar. Upaya pencegahan dan intervensi medis yang ditargetkan sangat diperlukan untuk menangani pertumbuhan ini.
Kanker esofagus merupakan salah satu penyebab utama kematian terkait kanker di dunia, dengan peningkatan angka kejadian dan kematian yang signifikan, terutama di kalangan pria dan di beberapa wilayah tertentu. Menurut Studi Global Burden of Disease (GBD) yang dipimpin oleh Liangchao Sun, prevalensi kanker esofagus meningkat drastis dalam tiga dekade terakhir, dengan kasus hampir dua kali lipat dari 490.000 pada tahun 1990 menjadi sekitar 961.000 pada tahun 2019. Meskipun terjadi lonjakan, angka prevalensi yang distandarisasi berdasarkan usia menunjukkan sedikit penurunan, menandakan perbaikan di beberapa aspek kesehatan.
Meningkatnya beban kanker ini menunjukkan adanya disparitas regional dan gender yang signifikan. Angka kematian kanker esofagus menunjukkan bahwa pria terus memiliki angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita, dan perbedaan mortalitas antara kedua jenis kelamin semakin melebar. Peningkatan yang sangat mengkhawatirkan terlihat di wilayah seperti Sub-Sahara Afrika Barat dan Uni Emirat Arab, dengan lonjakan kasus baru lebih dari 1.000%.
Dengan sekitar 535.000 kasus baru yang didiagnosis secara global, meskipun angka insidensi yang distandarisasi menunjukkan penurunan, menunjukkan tren yang kompleks dalam penyakit ini. Kematian akibat kanker esofagus meningkat menjadi 498.000, meskipun angka kematian yang distandarisasi berdasarkan usia menurun, yang mungkin disebabkan oleh kemajuan intervensi medis.
Jumlah Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengalami lonjakan signifikan hingga 11,67 juta, sedangkan angka DALY yang distandarisasi berdasarkan usia juga menunjukkan penurunan, mencerminkan perbaikan dalam akses dan pengelolaan kesehatan. Namun, beban keseluruhan tetap substansial, membutuhkan upaya kesehatan masyarakat yang terpadu di seluruh dunia. “Meskipun terjadi peningkatan prevalensi kanker esofagus yang luar biasa, penurunan metrik yang distandarisasi berdasarkan usia adalah hal yang menjanjikan,” kata penulis artikel.
Temuan Studi GBD juga menggarisbawahi hubungan antara indeks sosio-demografis dan beban kanker esofagus, menunjukkan bahwa wilayah dengan kondisi ekonomi yang lebih miskin mengalami kesulitan signifikan dalam mengelola penyakit ini secara efektif. Negara-negara dengan indeks sosio-demografis tinggi cenderung memiliki angka insidensi dan kematian yang lebih rendah akibat kanker esofagus.
Peningkatan kasus, terutama setelah tahun 2020 di kalangan pria, mencerminkan perlunya intervensi kesehatan yang mendesak. Strategi pencegahan harus mencakup skrining yang lebih luas, program pencegahan yang menargetkan faktor risiko seperti pola makan dan penggunaan tembakau, serta terapi yang efektif. Upaya pencegahan yang ditargetkan harus memperhatikan hasil kesehatan yang adil, terutama untuk kelompok usia lanjut yang menunjukkan angka prevalensi dan kematian tertinggi.
Proyeksi hingga tahun 2030 menunjukkan tantangan yang semakin meningkat, yang memerlukan perubahan radikal untuk mengelola beban kanker esofagus. Pembuat kebijakan harus menerjemahkan temuan ini menjadi strategi kesehatan masyarakat yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang kompleks ini.
Kanker esofagus adalah penyakit ganas yang meningkat di seluruh dunia, dengan angka kejadian dan kematian yang terus bertambah. Penelitian terbaru menunjukkan beban penyakit ini bervariasi antara gender dan wilayah, dengan pria lebih rentan dibandingkan wanita, dan beberapa wilayah mengalami lonjakan kasus yang drastis. Perbedaan dalam layanan kesehatan dan kondisi sosio-demografis berkontribusi terhadap tantangan dalam penanganan kanker ini. Studi GBD memberikan pandangan yang lebih dalam tentang disparitas ini dan mendesak kebutuhan untuk intervensi kesehatan yang lebih baik dan strategis, khususnya untuk populasi berisiko yang tinggi.
Secara keseluruhan, meningkatnya angka kanker esofagus menuntut perhatian serius dari segala lapisan masyarakat. Penurunan angka yang distandarisasi berdasarkan usia menunjukkan potensi perbaikan kesehatan, tetapi beban penyakit yang meningkat tetap menjadi tantangan global. Upaya kesehatan masyarakat yang komprehensif diperlukan untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobati kanker esofagus, terutama di wilayah yang paling terkena dampak dan di kalangan kelompok demografis rentan. Perubahan kebijakan dan intervensi spesifik gender akan sangat penting dalam melawan tren yang memburuk ini.
Sumber Asli: evrimagaci.org