Memahami Kemajuan Pengelolaan Kanker Paru-Paru Sel Kecil Stadium Terbatas

Misty Shields, MD, PhD, membahas kemajuan dalam pengelolaan LS-SCLC, termasuk persetujuan durvalumab setelah kemoradioterapi. Kekambuhan tetap menjadi tantangan, dengan beberapa studi imunoterapi menunjukkan hasil yang beragam. Imunoterapi menawarkan harapan baru, tetapi pemahaman yang lebih baik dibutuhkan mengenai respons pasien dan potensi pengobatan alternatif untuk meningkatkan kelangsungan hidup.

Misty Shields, MD, PhD, menjelaskan terobosan dalam pengelolaan kanker paru-paru sel kecil stadium terbatas (LS-SCLC), termasuk persetujuan FDA untuk durvalumab setelah kemoradioterapi. Meskipun kemajuan ini memberikan harapan, tantangan tetap ada, terutama dalam menghadapi risiko kekambuhan dan mengeksplorasi pendekatan terapi baru seperti antibodi bispesifik.

Kekambuhan umum terjadi pada pasien LS-SCLC, sering kali di thoraks dan juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Shields merincikan bahwa untuk pasien stadium II dan III, kemoradioterapi bersamaan biasanya dilakukan dengan tujuan kuratif, namun jejak positif dari pembedahan hanya ada pada pasien stadium I atau II tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.

Beberapa studi telah diluncurkan untuk meneliti peran imunoterapi dalam LS-SCLC, termasuk studi STIMULI, ADRIATIC, NRG-LU005, dan KEYLYNK-013. Studi STIMULI dikhususkan untuk kombinasi nivolumab dan ipilimumab, tetapi mengalami masalah rekrutmen dan efek samping serius tanpa peningkatan dalam hasil keseluruhan.

Uji coba ADRIATIC menunjukkan bahwa durvalumab setelah kemoradioterapi secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Dengan hasil median OS 55,9 bulan, durvalumab menjadi pengobatan standar baru berdasarkan bukti yang kuat. Namun, masih ada ketidakpahaman tentang mengapa imunoterapi efektif pada LS-SCLC dibandingkan dengan stadium lebih lanjut.

Studi NRG-LU005 menemukan bahwa penambahan atezolizumab tidak meningkatkan hasil pada pasien LS-SCLC. Sementara itu, KEYLYNK-013 mengeksplorasi efek dari kombinasi pengobatan dengan pembrolizumab dan olaparib, yang hasilnya akan dievaluasi hingga 2027.

Shields menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut untuk memahami kekambuhan LS-SCLC dan potensi penggunaan bispesifik T-cell engager sebagai opsi terapeutik baru. Ia juga menunjukkan minat terhadap kombinasi lurbinectedin dengan atezolizumab pada ES-SCLC dan dampaknya terhadap kelangsungan hidup.

Selanjutnya, Shields mengajukan pertanyaan mengenai penggunaan konjugat antibodi dalam LS-SCLC dan kemungkinan aplikasi trilaciclib selama kemoradioterapi untuk mengurangi myelosupresi. Ia berharap riset menuju pengembangan pengobatan intensif untuk memperpanjang kelangsungan hidup pasien SCLC segera midpath.

Shields menegaskan perlunya strategi baru, dengan harapan agar pasien LS-SCLC dapat hidup lebih lama dan lebih baik. Dengan durvalumab sebagai pengobatan standar baru, penting untuk menemukan cara baru dalam memerangi relaps dan mendukung pasien yang kini hidup lebih lama.

Kanker paru-paru sel kecil (SCLC) memiliki dua stadium, yakni terbatas dan menyebar. Penanganan LS-SCLC berfokus pada terapi kemoradioterapi yang bertujuan kuratif, dengan tantangan utama adalah tingginya risiko kekambuhan. Dalam beberapa tahun terakhir, terapi imunoterapi seperti durvalumab mulai digunakan, dengan data yang menunjukkan peningkatan dalam kelangsungan hidup. Namun, riset lanjutan masih diperlukan untuk mengeksplorasi pengobatan baru dan memahami respons pasien terhadap terapi.

Pengelolaan LS-SCLC telah mengalami kemajuan dengan kemajuan imunoterapi, terutama dengan durvalumab sebagai pengobatan standar baru. Namun, banyak tantangan masih ada, terutama dalam hal risiko kekambuhan dan perlunya solusi alternatif untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami efek berbagai terapi dan kebutuhan untuk menyesuaikan strategi perawatan bulanan.

Sumber Asli: www.onclive.com

Clara Wang

Clara Wang is a distinguished writer and cultural commentator who specializes in societal issues affecting marginalized communities. After receiving her degree from Stanford University, Clara joined the editorial team at a prominent news outlet where she has been instrumental in launching campaigns that promote diversity and inclusion in journalism.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *