WHO melaporkan bahwa Asia Tenggara diprediksi mengalami peningkatan 85 persen dalam kasus kanker dan kematian hingga 2050. Di tahun 2022, terdapat 2,4 juta kasus baru dan 1,5 juta kematian. Kemajuan telah dicapai dengan rencana nasional untuk pengendalian kanker, tetapi tantangan besar masih ada mengenai kebijakan dan sistem diagnosa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa wilayah Asia Tenggara diperkirakan akan mengalami peningkatan 85 persen dalam kasus baru kanker dan jumlah kematian hingga tahun 2050. Pada tahun 2022, terdapat 2,4 juta kasus baru kanker, termasuk 56 ribu anak-anak, dan 1,5 juta kematian di wilayah ini. Beberapa jenis kanker terbanyak terjadi di wilayah ini adalah kanker mulut, serviks, dan kanker anak.
Meskipun menghadapi tantangan, WHO mencatat adanya kemajuan dalam menangani kanker di Asia Tenggara. Enam negara memiliki rencana nasional khusus untuk pengendalian kanker, dengan dua negara memasukkan kanker dalam rencana penyakit tidak menular. Delapan negara juga telah memperkenalkan vaksinasi HPV secara nasional.
Masih terdapat tantangan seperti respons yang tidak terkoordinasi dalam pengendalian kanker, rencana yang tidak selaras dengan bukti atau praktik terbaik, dan kurangnya kebijakan untuk mengendalikan agen penyebab kanker. Wazed mencatat bahwa diagnosis terlambat dan minimnya kapasitas nasional untuk menangani beban kanker yang meningkat juga menjadi penghambat dalam pengendalian kanker.
Laporan ini menjelaskan situasi kanker di wilayah Asia Tenggara, menyoroti peningkatan kasus dan kematian kanker yang diantisipasi oleh WHO. Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada 4 Februari menjadi kesempatan untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit ini dan upaya yang dilakukan oleh negara-negara di kawasan dalam menangani kanker, baik melalui kebijakan maupun program vaksinisasi.
WHO memperingatkan bahwa Asia Tenggara akan menghadapi lonjakan besar dalam kasus dan kematian akibat kanker. Meskipun ada beberapa kemajuan dalam pengendalian kanker, tantangan signifikan masih ada, termasuk ketidakseimbangan kebijakan dan sistem diagnosis yang tidak optimal. Kerja sama antarnegara dan penguatan kebijakan kesehatan diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Sumber Asli: tripuratimes.com