Analisis terbaru menunjukkan terapi CAR T tidak meningkatkan risiko kanker sekunder pada lebih dari 700 pasien. Kanker yang muncul diyakini akibat pengobatan awal, bukan terapi itu sendiri. Temuan ini menguatkan keamanan terapi CAR T yang telah diterapkan pada lebih dari 30.000 pasien sejak 2017.
Di Philadelphia, analisis terhadap lebih dari 700 pasien yang menjalani terapi CAR T menunjukkan tidak ada hubungan antara terapi ini dan peningkatan risiko kanker sekunder. Penelitian dari Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania menunjukkan, kanker sekunder yang jarang terjadi bisa disebabkan oleh kerusakan sistem kekebalan akibat pengobatan kanker sebelumnya, seperti kemoterapi dan radiasi, bukan dari terapi CAR T itu sendiri. “Temuan ini menguatkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan keamanan terapi CAR T,” ujar Joseph Fraietta, PhD. Terapi CAR T, yang dikembangkan di Penn Medicine, menggunakan virus yang dinonaktifkan untuk memprogram sel T pasien untuk membunuh sel kanker. Sejak diluncurkan pada 2017, lebih dari 30.000 pasien kanker darah telah menjalani terapi ini.
Terapi CAR T adalah bentuk imunoterapi yang dipersonalisasi, di mana sel T pasien dimodifikasi untuk menyerang sel kanker. Pada akhir 2023, FDA mulai menyelidiki laporan kasus kanker sekunder di pasien pasca-terapi CAR T dan meminta label peringatan keamanan pada produk terapi ini. Terapi ini saat ini hanya disetujui untuk kanker darah yang kambuh atau tidak merespons pengobatan lain. Insertasi gen yang tidak tepat dalam proses pengobatan mampu memicu pertumbuhan kanker, sehingga penting untuk memahami risiko yang terkait.
Kesimpulannya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa meskipun terapi CAR T telah dipertanyakan terkait risiko kanker sekunder, tidak ada bukti yang mendukung bahwa terapi ini penyebabnya. Penelitian yang dilakukan di Penn Medicine mengkonfirmasi bahwa risiko yang ada lebih berkaitan dengan pengobatan awal seperti kemoterapi. Keamanan terapi CAR T memang dijaga dengan protokol ketat.
Sumber Asli: www.miragenews.com