Menghalangi Protein MYC untuk Hentikan Pertumbuhan Kanker

Ilmuwan UCSF mengidentifikasi protein RBM42 sebagai pengatur produksi protein MYC yang berlebihan dalam kanker. Mengganggu RBM42 dapat menghentikan pertumbuhan kanker, termasuk kanker pankreas. Temuan ini berpotensi mengarah pada pengembangan obat baru untuk melawan kanker yang agresif.

Para ilmuwan dari UCSF menemukan bahwa menghalangi produksi protein MYC yang berlebihan bisa menghentikan pertumbuhan kanker. Penelitian terbaru menunjukkan pentingnya protein RBM42 yang mempercepat produksi MYC pada sel kanker, termasuk kanker pankreas yang mematikan. Mengganggu fungsi RBM42 dapat menghambat pertumbuhan tumor dengan menghalangi jalur produksi MYC. Temuan ini membuka kemungkinan pengembangan obat yang dapat menargetkan RBM42 dan MYC, dua protein yang terkait dengan pertumbuhan kanker yang cepat.

MYC adalah protein yang ditemukan pertama kali pada tahun 1970-an oleh Michael Bishop dan Harold Varmus. Protein ini normal tetapi berperan jahat dalam kanker dengan mempromosikan pertumbuhan sel secara berlebihan. MYC dapat meningkat tanpa harus mengalami mutasi gen, sehingga menjadi penanda penting untuk mengidentifikasi kanker yang tumbuh cepat. Penelitian saat ini berfokus pada mekanisme bagaimana MYC diproduksi, khususnya peran protein RBM42 dalam proses ini.

Penelitian menunjukkan bahwa dengan mengintervensi protein RBM42, kita dapat mengekang produksi protein MYC dan menghentikan pertumbuhan kanker. Penelitian ini berpotensi membuka jalan bagi terapi baru yang lebih efektif untuk jenis kanker yang paling agresif. Oleh karena itu, pengendalian terjemahan mRNA menjadi fokus utama untuk terapi kanker masa depan.

Sumber Asli: www.news-medical.net

Miguel Santos

Miguel Santos is a renowned journalist with an expertise in environmental reporting. He has dedicated the last 12 years to exposing the impacts of climate change and advocating for sustainable practices through powerful storytelling. A graduate of the University of California, Miguel’s insights have influenced policy decisions and raised awareness on critical ecological issues.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *