Virus Epstein-Barr Meningkatkan Risiko Kanker Pasca Transplantasi Ginjal

Penelitian menunjukkan bahwa penerima transplantasi ginjal yang tidak terinfeksi virus Epstein-Barr yang menerima organ dari donor terinfeksi berisiko tinggi mengembangkan PTLD. Sekitar 22% dari mereka mengembangkan kanker ini dalam tiga tahun setelah transplantasi. Sebanyak 1.200 pasien per tahun berisiko terkena PTLD, sebuah angka yang lebih tinggi daripada perkiraan sebelumnya.

Transplantasi ginjal dapat menyelamatkan nyawa, tetapi penelitian baru menunjukkan bahwa penerima transplantasi yang tidak pernah terpapar virus Epstein-Barr (EBV) berisiko lebih tinggi terkena kanker langka dan agresif yang disebut post-transplant lymphoproliferative disorder (PTLD). Risiko ini meningkat ketika mereka menerima organ dari donor yang terinfeksi EBV. Penelitian menunjukkan bahwa 22% penerima transplantasi ginjal yang tidak terinfeksi yang menerima organ dari donor berinfeksi mengembangkan PTLD dalam waktu tiga tahun setelah transplantasi. Menurut peneliti, antara 1.200 pasien setiap tahun dapat berisiko terkena PTLD, yang lebih tinggi dari yang sebelumnya diperkirakan.

Virus Epstein-Barr dikenal karena penyebabnya mononukleosis dan telah dikaitkan dengan beberapa kanker, termasuk PTLD. Sekitar 90% orang dewasa di AS terinfeksi EBV. Penerima transplantasi ginjal memerlukan obat imunosupresif untuk mencegah penolakan organ, meningkatkan kemungkinan terkena PTLD. Data baru mengindikasikan bahwa hingga 5% transplantasi ginjal pada orang dewasa berisiko terkena PTLD, sebuah angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan data registri nasional sebelumnya.

Dr. Vishnu Potluri, salah satu peneliti, menegaskan bahwa data registri nasional mungkin tidak akurat dalam menangkap insiden PTLD karena kurangnya pelaporan dan kesalahan dalam melacak paparan virus. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya penelitian lebih lanjut mengenai PTLD dan penyesuaian pengelolaan imunosupresi pada kelompok pasien berisiko tinggi ini. Menurut Dr. Emily Blumberg, perlu ada pemantauan lebih baik untuk infeksi EBV dan penyesuaian terapi imunosupresif yang lebih personal untuk pasien berisiko tinggi.

Skrining EBV bervariasi di antara pusat transplantasi di AS, dan banyak yang tidak melakukannya secara rutin setelah transplantasi ginjal. Jika seorang pasien mengembangkan PTLD, langkah pertama adalah mengurangi dosis obat imunosupresif. Penelitian ini dipublikasikan di Annals of Internal Medicine, menunjukkan perlunya perubahan dalam cara pemantauan dan pengelolaan pasien pasca transplantasi ginjal.

Penelitian menunjukkan bahwa pasien transplantasi ginjal yang menerima organ dari donor yang terinfeksi EBV memiliki risiko tinggi mengembangkan PTLD. Pemantauan yang lebih baik dan penyesuaian terapi imunosupresif dapat meningkatkan keselamatan dan kelangsungan hidup populasi ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dan mengelola risiko ini secara efektif.

Sumber Asli: www.usnews.com

Clara Wang

Clara Wang is a distinguished writer and cultural commentator who specializes in societal issues affecting marginalized communities. After receiving her degree from Stanford University, Clara joined the editorial team at a prominent news outlet where she has been instrumental in launching campaigns that promote diversity and inclusion in journalism.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *