Kanker payudara diperkirakan akan menyebabkan 1,1 juta kematian pada tahun 2050, terutama di negara miskin. Penelitian menunjukkan bahwa upaya mengurangi kematian belum berhasil, terutama di negara dengan IPM rendah. Diperlukan peningkatan akses terhadap deteksi dan pengobatan kanker payudara untuk mengurangi ketidakadilan ini.
Kematian akibat kanker payudara diperkirakan akan meningkat dalam 25 tahun ke depan, berpengaruh besar pada negara-negara termiskin. Sebuah studi internasional memperkirakan 1,1 juta kematian terkait kanker payudara pada tahun 2050, meningkat 68% dari 2022. Negara berpenghasilan rendah akan menghadapi peningkatan kematian ini secara tidak proporsional, menurut laporan yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine.
Negara-negara dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rendah mengalami kematian lebih tinggi meskipun tingkat insidensi lebih tinggi ada di negara dengan IPM tinggi. Hal ini mencerminkan ketidaksetaraan dalam deteksi dini, diagnosis tepat waktu, dan akses terhadap manajemen kanker payudara yang komprehensif. Miranda Fidler-Benaoudia, ketua tim penelitian, mengungkapkan kesedihan terhadap situasi ini.
Upaya WHO untuk mengurangi kematian akibat kanker payudara rata-rata sebesar 2,5% per tahun tidak menunjukkan kemajuan yang memadai. Penelitian menekankan perlunya investasi berkelanjutan dan perbaikan diagnosis serta pengobatan dini, khususnya di negara-negara dengan IPM rendah dan menengah. Ini penting untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam kelangsungan hidup kanker payudara.
Laporan ini memberikan pembaruan tentang Inisiatif Kanker Payudara Global yang diluncurkan WHO pada tahun 2021. Studi ini menganalisis data dari Global Cancer Observatory, yang mencatat kasus dan kematian kanker di 185 negara, dengan 2,3 juta kasus baru dan 670.000 kematian akibat kanker payudara di 2022.
Risiko tertinggi kanker payudara ada di negara maju seperti Prancis dan Amerika Utara, di mana deteksi lebih awal memungkinkan pengobatan yang lebih baik. Penyebab risiko kanker dapat berkaitan dengan kurangnya kehamilan, usia tua saat melahirkan, kurangnya menyusui, dan berat badan berlebih. Sebaliknya, risiko kematian dari kanker payudara tertinggi di Fiji dan Afrika, akibat diagnosis terlambat dan rendahnya tingkat pengobatan.
Meskipun 30 negara menunjukkan penurunan angka kematian, hanya tujuh negara yang berhasil memenuhi target WHO. Jika dapat mengurangi faktor risiko tertentu, sekitar 25% kasus kanker payudara bisa dicegah, dan 4% dapat diatasi melalui peningkatan menyusui.
Studi ini menunjukkan bahwa kanker payudara akan semakin menjadi ancaman di negara-negara miskin, dengan angka kematian yang meningkat secara drastis. Diperlukan langkah-langkah tegas untuk memperbaiki sistem kesehatan dan akses pendidikan untuk mendeteksi dan menangani kanker payudara lebih baik. Temuan ini mendesak perlunya investasi berkesinambungan di bidang kesehatan untuk mengatasi permasalahan ini.
Sumber Asli: www.usnews.com