Reprogramming Sel Kanker Aggresif Menjadi Tidak Berbahaya sebagai Strategi Baru

UCLA menemukan strategi baru untuk glioblastoma dengan mereprogram sel kanker menjadi tidak berbahaya. Kombinasi radiasi dan forskolin menunjukkan hasil positif, memperpanjang kelangsungan hidup tikus dalam penelitian. Metode ini mengeksplorasi fleksibilitas sel kanker, memungkinkan mereka berubah menjadi sel yang lebih aman. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menemukan dosis optimal dan mencegah kekambuhan.

Peneliti dari UCLA telah menemukan strategi baru untuk mengobati glioblastoma, jenis kanker otak yang paling mematikan, dengan cara mereprogram sel kanker agresif menjadi sel yang tidak berbahaya. Hasil studi yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences ini menunjukkan bahwa menggabungkan terapi radiasi dengan senyawa yang berasal dari tumbuhan, yaitu forskolin, dapat memaksa sel-sel glioblastoma masuk ke dalam keadaan dorman, yang membuatnya tidak mampu membelah atau menyebar. Pada pengujian di tikus, penambahan forskolin pada radiasi dapat memperpanjang masa hidup tikus tersebut.

“Terapi radiasi, meskipun efektif membunuh banyak sel kanker, juga memicu keadaan fleksibilitas seluler sementara,” kata Dr. Frank Pajonk, profesor onkologi radiasi di UCLA dan penulis senior studi. Dia menjelaskan bahwa mereka menemukan cara untuk memanfaatkan fleksibilitas ini dengan menggunakan forskolin untuk mendorong sel-sel glioblastoma ke dalam keadaan tidak membelah. Glioblastoma dikenal sangat sulit diobati, umumnya dikarenakan kemampuan sel kanker untuk membelah secara tidak terkendali dan adanya penghalang darah-otak yang membatasi efektivitas terapi.

Pendekatan ini mengandalkan waktu dan efek radiasi yang menciptakan keadaan sel yang lebih fleksibel, membuat sel glioma lebih mudah diarahkan untuk berubah menjadi jenis yang kurang berbahaya, seperti sel neuron atau mikroglia. Peneliti menguji efek kombinasi ini terhadap perilaku sel, serta menganalisis perubahan ekspresi gen menggunakan RNA sequencing. Terapi ini kemudian diuji pada model tikus untuk menilai kemampuannya dalam meningkatkan kelangsungan hidup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa forskolin berhasil menembus penghalang darah-otak, mengurangi jumlah sel-sel glioma, dan memperlambat proliferasi tumor. Kombinasi terapi ini memperpanjang median kelangsungan hidup tikus dari 34 hari menjadi 48 hari pada model glioblastoma yang agresif, serta dari 43,5 hari menjadi 129 hari pada model glioma yang kurang agresif. Peneliti juga menemukan bahwa sel glioma bisa berubah menjadi sel mikroglia, menunjukkan kemampuan sel kanker untuk beradaptasi dalam lingkungan tumor.

“Tujuan utama kami adalah mengubah standar perawatan untuk glioblastoma,” ungkap Pajonk. Meskipun hasilnya menjanjikan, peneliti mencatat bahwa beberapa tikus mengalami kekambuhan, yang menunjukkan perlunya penyempurnaan dosis dan eksplorasi strategi dosis alternatif untuk meningkatkan respons tumor jangka panjang.

Stakeholders di bidang onkologi bisa mempertimbangkan kombinasi radiasi dan forskolin sebagai strategi baru dalam mengobati glioblastoma yang jarang memiliki peluang pengobatan yang efektif. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi kekambuhan yang mungkin terjadi dan untuk menemukan dosis yang optimal dalam penggunaan terapi ini.

Sumber Asli: www.technologynetworks.com

Clara Wang

Clara Wang is a distinguished writer and cultural commentator who specializes in societal issues affecting marginalized communities. After receiving her degree from Stanford University, Clara joined the editorial team at a prominent news outlet where she has been instrumental in launching campaigns that promote diversity and inclusion in journalism.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *