Mayo Clinic menemukan bahwa protein fibronectin dan smooth muscle actin berhubungan dengan resistensi terhadap imunoterapi pada kanker kolorektal metastatik. Penelitian ini menunjukkan perlunya biomarker prediktif untuk memilih pengobatan yang efektif bagi pasien dan dapat mengurangi efek samping dari perawatan yang tidak bermanfaat.
Penelitian dari Mayo Clinic mengidentifikasi dua protein, fibronectin dan smooth muscle actin, yang terkait dengan resistensi terhadap imunoterapi pada pasien kanker kolorektal metastatik. Meskipun imunoterapi merupakan kemajuan dalam pengobatan kanker, banyak pasien tidak merespon dengan baik. Penelitiannya dipublikasikan di Clinical Cancer Research dan bertujuan untuk memahami penyebab ketidakresponsan ini.
Dr. Frank Sinicrope, penulis senior studi ini, menyerukan perlunya biomarker prediktif untuk memilih pengobatan imunoterapi yang tepat. “Identifikasi pasien yang mungkin mengalami resistensi dapat menguntungkan untuk menghindari perawatan yang tidak bermanfaat dan memiliki efek samping signifikan.”
Tim peneliti menggunakan teknologi digital spatial profiling untuk menganalisis ekspresi protein dalam jaringan kanker. Pendekatan ini memberikan gambaran jelas mengenai hubungan antar protein di dalam tumor dan sekitarnya, membantu dokter memilih perawatan yang relevan untuk pasien.
“Kami ingin memahami lebih banyak tentang pasien yang tidak merespons imunoterapi,” kata Dr. Sinicrope. Peneliti memfokuskan pada daerah batas invasif tumor, menganalisis 71 protein yang berbeda dari bagian epitel dan stroma, menemukan bahwa dua protein tersebut berhubungan dengan resistensi imunoterapi.
Fokus tambahan pada fibroblas terkait kanker menunjukkan bahwa produksi protein ini dapat menekan respons imun terhadap tumor. Penemuan ini menjadi langkah menuju pengobatan kanker kolorektal yang lebih personal dan efektif.
Penelitian Mayo Clinic mengungkap pengaruh dua protein terhadap resistensi imunoterapi pada kanker kolorektal metastatik. Penemuan ini dapat menginformasikan pengobatan yang lebih tepat dan mengurangi risiko efek samping bagi pasien yang tidak merespon terhadap imunoterapi.
Sumber Asli: www.miragenews.com