Studi menunjukkan lebih dari 50% kematian kanker anak global terjadi di negara konflik. Anak-anak di negara ini menghadapi tantangan besar dalam diagnosis dan perawatan, meningkatkan angka kematian. Penelitian menekankan perlunya solusi untuk mendukung kesehatan anak di daerah konflik, termasuk proyek untuk membantu anak-anak kanker melalui jaringan klinik dan dukungan finansial.
Lebih dari separuh kematian kanker pediatrik di seluruh dunia terjadi di daerah konflik bersenjata, sebuah studi terbaru menunjukkan. Penelitian ini, dipimpin oleh peneliti kesehatan global dari Duke dan St. Jude Children’s Research Hospital, menganalisis kasus kanker di negara-negara yang terdampak konflik selama tiga dekade. Meskipun insiden kanker anak konsisten secara global, adanya gangguan dalam diagnosis dan perawatan menyebabkan angka kematian jauh lebih tinggi di negara-negara konflik.
Lebih dari setengah anak yang didiagnosis kanker antara 1990 dan 2019 tinggal di negara dengan konflik bersenjata, yang mencakup lebih dari 60 persen kematian kanker anak selama periode tersebut. “Anak-anak adalah populasi rentan yang sering terjebak dalam konflik yang bukan kesalahan mereka,” kata Emily Smith, Ph.D., penulis utama studi ini. Dia juga menekankan pentingnya melindungi anak-anak dengan kondisi kesehatan akut seperti kanker di negara-negara tersebut.
Konflik bersenjata dapat menyebabkan gangguan pada sistem kesehatan yang memengaruhi perawatan jauh di luar zona konflik. Selama masa konflik, rumah sakit sering kali rusak, tenaga kesehatan terpaksa pindah, dan obat-obatan menjadi langka, yang menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan kanker. Di negara stabil dengan sumber daya tinggi, sekitar 85 persen anak yang didiagnosis kanker dapat bertahan hidup.
Penulis studi mencatat bahwa negara-negara yang mengalami konflik memiliki angka kematian 20-30% lebih tinggi ketimbang negara non-konflik. Penelitian ini menunjukkan beban kanker pediatrik tidak hanya ditanggung negara berpenghasilan rendah, tetapi juga negara yang terlibat dalam konflik, dengan proporsi kasus kanker anak di zona konflik meningkat dari waktu ke waktu.
Pentingnya intervensi baru untuk memenuhi kebutuhan kesehatan anak-anak kanker di daerah konflik ditekankan. Peneliti mengusulkan agar ada sumber daya khusus untuk melatih penyedia lokal dan membangun ketahanan sistem kesehatan di wilayah tersebut. Smith dan rekan-rekannya juga merancang proyek untuk membantu anak-anak kanker di sepuluh negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan menyediakan navigator pasien dan akses ke jaringan klinik St. Jude serta dukungan keuangan untuk obat-obatan.
Proyek ini diumumkan di Clinton Global Initiative 2025, dan peneliti mencari pendanaan untuk mendaftarkan 5.000 keluarga dalam fase pertama. Penelitian ini melibatkan kontribusi dari penulis bersama lainnya dari Stanford University, University Medical Center Freiburg, dan University of Washington.
Studi ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh kematian kanker pediatrik global terjadi di wilayah konflik. Anak-anak di negara konflik menghadapi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, dengan tingkat kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara non-konflik. Intervensi baru diperlukan untuk membantu anak-anak kanker di daerah ini, termasuk pelatihan penyedia kesehatan dan dukungan sistem kesehatan yang lebih baik.
Sumber Asli: globalhealth.duke.edu