Sebuah percobaan menunjukkan bahwa penggunaan tes sumsum tulang untuk deteksi dini leukemia myeloid akut dapat menggandakan peluang bertahan hidup pasien. Prosedur yang melibatkan penyuntikan ini memerlukan waktu 10 menit dan memberikan jendela kesempatan lebih bagi pengobatan. Hasil baik ini diharapkan dapat menjadi bagian dari perawatan rutin di Inggris dan di tempat lain.
Para pasien dengan kanker darah yang langka dan agresif, peluang mereka untuk bertahan hidup bisa meningkat berkat percobaan inovatif yang mendeteksi penyakit lebih awal. Para peneliti menciptakan uji coba sangat sensitif yang mampu menemukan jejak penyakit dalam sumsum tulang pasien, khususnya untuk leukemia myeloid akut (AML). Prosedur ini, hanya membutuhkan waktu 10 menit dengan penyuntikan di tulang pinggul setiap tiga bulan, dapat mendeteksi tanda-tanda AML sebelum terlihat dalam tes darah biasa.
Dengan adanya uji coba ini, tenaga medis mendapat “jendela peluang” untuk melakukan pengobatan selama pasien masih dalam kondisi baik. Para ahli berharap bahwa tes ini dapat menjadi bagian dari perawatan rutin untuk pasien AML di Inggris dan sekitarnya. Setiap tahunnya, sekitar 3.100 orang di Inggris didiagnosis menderita AML, yang paling umum terjadi pada orang di atas 75 tahun. Setelah pengobatan, pasien biasanya menjalani tes darah setiap beberapa minggu sekali.
“Ada risiko signifikan bagi pasien ini bahwa leukemia mereka akan kambuh, dan biasanya terdeteksi melalui penurunan hasil tes darah,” kata Profesor Nigel Russell yang juga ketua investigator uji coba ini. Biasanya, pasien akan tes darah dan kemudian kembali ke rumah dengan hasil yang baik, tetapi prosedur lama ini berpotensi tidak efektif jika penyakit kembali. Uji coba ini kini mencakup tes tambahan di sumsum tulang setiap tiga bulan.
Tes sumsum tulang, menurut Prof Russell, dapat mendeteksi RNA yang ada pada sel-sel leukemia. Dalam studi yang dipimpin oleh King’s College London dan dipublikasikan di The Lancet Haematology, total 637 pasien diangkat dari remisi AML dan dibagi dalam dua kelompok. Salah satunya menerima pemantauan standar dengan tambahan tes sumsum tulang.
“Sekitar sepertiga dari pasien yang membutuhkan pendekatan ini mengalami peningkatan kemampuan bertahan hidup yang dua kali lipat,” tambah Prof Russell. Menurutnya, ini adalah prosedur ekstra yang sederhana dan harusnya menjadi bagian dari standar perawatan. Sekarang, dengan hasil percobaan ini, awal deteksi sangat menguntungkan. Jika pasien mengalami kekambuhan, mereka dapat dirawat lebih cepat tanpa perlu menjadi sangat sakit dulu.
Salah satu pasien yang ikut serta dalam uji coba tersebut adalah Jane Leahy, yang didiagnosis dengan AML pada tahun 2014. Setelah perawatan kemoterapi, ia masuk remisi hingga tes sumsum tulang mendeteksi ketidaknormalan yang memaksa dia untuk mendapat transplantasi sel induk. Tanpa tes tersebut, ia mungkin tidak akan melakukan transplantasi yang menyelamatkan hidupnya, karena tes darah terlihat normal.
“Tes sumsum tulang memberi dokter lebih banyak waktu. Waktu adalah segalanya dalam situasi ini, karena AML sangat agresif dan banyak orang meninggal sebelum mereka mendapatkan perawatan yang tepat,” ujar Leahy. Dr Richard Dillon dari King’s College menambahkan bahwa mengetahui lebih awal jika pasien kambuh adalah hal yang krusial untuk perencanaan pengobatan.
Laura Challinor dari Blood Cancer UK, yang ikut mendanai penelitian ini, melihat temuan ini bisa membantu mengubah arah perawatan untuk kanker darah di seluruh dunia serta memperbaiki tingkat kelangsungan hidup jangka panjang untuk pasien.
Percobaan deteksi dini kanker darah, khususnya untuk leukemia myeloid akut, membuktikan bisa menggandakan peluang bertahan hidup pasien. Tes sumsum tulang yang inovatif memberikan waktu lebih bagi dokter untuk berintervensi sebelum keadaan pasien memburuk. Harapan besar sekarang mengarah kepada pengintegrasian tes ini dalam perawatan rutin di seluruh dunia, yang bisa sangat menguntungkan bagi pasien yang terdiagnosis.
Sumber Asli: www.independent.co.uk