Pemimpin Agama Bersatu Melawan Kanker Serviks dan Kematian Maternal

Para pemimpin agama bergabung dengan ahli kesehatan di Nairobi untuk meningkatkan upaya dalam melawan kanker serviks dan kematian maternal. Mereka menekankan pentingnya vaksin HPV dan skrining dini, disertai seruan untuk meningkatkan pendidikan dan akses layanan kesehatan. Angka kematian akibat kanker serviks dan maternal di Kenya memerlukan perhatian dan tindakan bersama.

Para pemimpin agama dan ahli kesehatan dari seluruh Afrika berkumpul di Nairobi untuk melawan kematian maternal dan kanker serviks, dua ancaman kesehatan serius bagi wanita di Kenya. Dalam Konferensi Kesehatan Faith in Action yang berlangsung di Roussel House, Donum Dei, mereka mengajak masyarakat untuk aktif dalam program pencegahan, khususnya vaksinasi HPV dan skrining kanker serviks.

Walaupun vaksin HPV tersedia secara gratis untuk anak perempuan berusia 10 hingga 14 tahun di Kenya, data menunjukkan bahwa pengambilannya kurang dari 30%. Misinformasi, stigma, dan akses yang sulit menjadi alasan angka ini masih rendah. “Vaksin HPV adalah langkah pencegahan kanker serviks, namun banyak gadis beralih usia dan tidak bisa mendapatkan vaksin,” kata Direktur Eksekutif KILELE Health Association, Benda Kithaka.

Di Kenya, lebih dari 3.500 wanita meninggal karena kanker serviks setiap tahun, yang menjadikannya penyebab utama kematian terkait kanker di kalangan wanita. Angka kematian maternal juga mencolok, dengan 342 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Kithaka menegaskan perlunya pendidikan luas serta sosialisasi di komunitas untuk menyebarluaskan informasi tentang kesehatan maternal.

“Kita semua tahu bahwa fasilitas kesehatan menyediakan layanan skrining untuk pencegahan kanker serviks, tetapi wanita tidak memanfaatkan layanan tersebut. Konferensi ini akan memberikan pengetahuan tentang kesehatan maternal agar kita semua dapat bekerja sama,” jelas Kithaka. Ia mendorong pemberdayaan informasi kesehatan untuk pria dan wanita, menyatakan bahwa hasil kesehatan yang lebih baik berkontribusi terhadap keluarga yang lebih kuat dan kemajuan ekonomi.

Dia menambahkan bahwa kanker serviks bisa dicegah melalui vaksin HPV dan deteksi dini. “Ada kehidupan setelah kanker, dan kita harus mendorong masyarakat untuk mencegah penyakit ini secepat mungkin,” ucapnya. Dalam mengusung strategi WHO 90-70-90 untuk mengeliminasi kanker serviks, Benda menekankan pentingnya perawatan paliatif dalam mendukung pasien di setiap tahap pengobatan.

Fr. Charles Chilufya, Direktur Eksekutif dari Afrika Health and Economic Transformation Initiative (AHETI), mengaitkan kampanye ini dengan Tahun Yubileum Kristen, sebagai simbol penyembuhan dan pembebasan. “Tahun Yubileum merupakan tahun di mana gereja mengumumkan kebebasan para tahanan… Termasuk kebebasan bagi perempuan yang terjebak dalam penyakit ini,” ungkap Fr. Charles, dan dia menekankan perlunya dukungan dari lembaga agama untuk memanfaatkan sumber daya mereka dalam mencegah penyakit.

Ia juga menyarankan agar lembaga agama bersama pemerintah dan NGO memperluas akses layanan kesehatan untuk masyarakat terpinggirkan. “Kita harus bekerja sama dengan pemerintahan dan NGO untuk memastikan semua sumber daya dapat digunakan demi kemanusiaan. Tidak seorang pun seharusnya mati jika ada cara untuk mencegahnya,” tambahnya.

Kardinal Nairobi, Most Rev. Philip Anyolo, yang menjadi tamu utama konferensi, menggambarkan layanan kesehatan sebagai “misi cinta” yang harus menjaga martabat manusia. Merujuk pada kisah kitab suci tentang wanita yang disembuhkan dengan menjamah jubah Yesus, ia menegaskan bahwa pengobatan harus mengatasi luka fisik, emosional, dan spiritual untuk menghilangkan stigma dan rasa malu. “Komunitas iman adalah rumah sakit bagi orang sakit, untuk menyembuhkan tubuh, pikiran, dan jiwa mereka,” tegasnya.

Konferensi ini mengajak para pemimpin agama dan ahli kesehatan untuk bersatu menanggulangi kanker serviks dan kematian maternal. Pentingnya vaksinasi HPV dan skrining kanker serviks ditekankan, dan upaya pendidikan serta pemberdayaan masyarakat diharapkan bisa mengurangi jumlah pengidap. Jelas, kolaborasi antara lembaga keagamaan, pemerintah, dan NGO sangat krusial demi kesehatan perempuan.

Sumber Asli: eastleighvoice.co.ke

Nina Sharma

Nina Sharma is a rising star in the world of journalism, celebrated for her engaging storytelling and deep dives into contemporary cultural phenomena. With a background in multimedia journalism, Nina has spent 7 years working across platforms, from podcasts to online articles. Her dynamic writing and ability to draw out rich human experiences have earned her features in several respected publications, captivating a diverse audience.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *