Studi baru menunjukkan bahwa gas kompor di rumah dapat menyebabkan risiko kanker yang lebih tinggi akibat penyebaran benzena. Terutama di rumah kecil dan tidak berventilasi, peningkatan risiko ditemukan, dan hasil menunjukkan perlunya langkah-langkah mitigasi untuk kesehatan masyarakat.
Penggunaan kompor gas di rumah-rumah di AS dapat meningkatkan risiko kanker secara signifikan, berkat studi baru yang menunjukkan bagaimana gas kompor ini menyebarkan benzena ke seluruh rumah. Ini cukup jahat, terutama di rumah kecil atau yang kurang ventilasi, membuat risiko ini bahkan lebih mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan di jurnal Journal of Hazardous Materials, paparan benzena berkaitan erat dengan leukemia, dan ada 47 juta rumah tangga di AS yang menggunakan kompor gas.
Aspek yang menarik, rumah-rumah yang dibangun setelah tahun 2000 menunjukkan level retensi benzena yang lebih rendah. Hal ini berkat kode bangunan yang lebih ketat yang mengurangi kebocoran udara sekitar 18% dibandingkan dengan rumah yang lebih tua. Meskipun ini sedikit membantu, itu jelas bukan solusi keseluruhan. Di mana orang-orang di AS menghabiskan 90% waktu mereka di dalam ruangan, dampak dari polusi udara dalam ruangan bisa menjadi masalah besar.
Di seluruh dunia, pada tahun 2020 tercatat 474,519 kasus baru leukemia, dengan 311,594 kematian. Di AS saja, pada tahun 2023, jumlahnya terdengar sangat serius: 59,610 kasus dan 23,710 kematian akibat leukemia. Menurut WHO, benzena dianggap tidak aman dalam jumlah berapa pun. Mengakibatkan gejala yang mencakup kelelahan, sakit kepala, hingga iritasi mata.
Dalam studi ini, peneliti mengevaluasi 6,3 juta orang AS yang menggunakan kompor yang emisi benzena tertinggi. Menggunakan model CONTAM dari National Institute of Standards and Technology, studi ini mensimulasikan kualitas udara di dalam ruangan untuk memprediksi level polutan. Dengan perbandingan antara prediksi dan pengukuran yang valid, studi ini mengungkapkan bahwa konsentrasi benzena meningkat secara signifikan di ruang-ruang lain dalam rumah ketika gas kompor digunakan, bahkan sampai ke kamar tidur.
Dari desain tempat tinggal yang bervariasi, ditemukan bahwa rumah-rumah kecil dengan penggunaan kompor gas yang tinggi tanpa ventilasi memiliki tingkat benzena tertinggi. Meski efisiensi ventilasi dari alat hisap dapat mengurangi konsentrasi benzena hingga 75%, kebocoran yang lebih akurat memerlukan jendela terbuka lebih sering.
Kemudian, pada risiko kanker, penggunaan tinggi hingga medium kompor gas di rumah tanpa ventilasi bisa meningkatkan risiko kanker hingga 16 kali lipat di atas ambang batas yang ditetapkan oleh WHO. Khususnya, anak-anak berisiko lebih tinggi karena mereka lebih kecil dan bernapas lebih cepat. Estimasi tambahan kasus leukemia mencapai 69 per tahun di kelompok pengguna kompor gas dengan emisi tertinggi dan penggunaan tanpa ventilasi.
Dari temuan ini, peneliti menyarankan untuk mempertimbangkan beralih ke kompor listrik atau induksi, membuka jendela selama waktu yang lebih lama, atau menggunakan alat hisap dengan efisiensi tinggi. Namun, untuk mengatasi insiden benzena di luar ruangan, diperlukan langkah kebijakan yang lebih besar. Penelitian ini juga membuktikan bahwa evaluasi keseluruhan paparan polutan dalam semua bagian ruangan itu penting, untuk menghitung risiko kanker yang dapat terjadi akibat paparan tersebut.
Penelitian ini menjadi penting untuk mengingatkan kita akan bahayanya gas kompor dalam rumah, terutama bagi keluarga dengan anak-anak. Ini adalah masalah yang perlu perhatian serius dari semua pihak dan merupakan panggilan untuk tindakan dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Menyimpulkan, penelitian ini menyoroti bahwa penggunaan kompor gas secara signifikan meningkatkan risiko kanker melalui paparan benzena, yang berpotensi menyebabkan leukemia. Terutama di rumah kecil dan kurang ventilasi, hasilnya sangat mengkhawatirkan. Mengurangi paparan dengan beralih ke kompor listrik, menggunakan alat hisap yang efisien, atau membuka jendela saat memasak bisa jadi solusi. Menanggapi hal ini, diperlukan kebijakan yang lebih luas untuk menangani risiko kesehatan ini secara keseluruhan.
Sumber Asli: www.news-medical.net