Membedah Pengujian Genomik vs Genetik pada Kanker Prostat

Forum ini membahas pengujian genetik dan genomik pada kanker prostat dengan fokus pada tiga tes utama: Decipher Prostate, Oncotype DX, dan Prolaris. Para ahli menjelaskan bagaimana pengujian ini berperan dalam rekomendasi pemantauan aktif dan pengobatan, serta nilai dari danrogon terapi. Diskusi juga mengungkap tantangan dalam mengadopsi pengujian genomik dalam praktik klinis.

Pada forum yang diadakan oleh CancerNetwork di KTT American College of Radiation Oncology 2025, para ahli membahas perbedaan antara pengujian genetik dan genomik pada pasien kanker prostat. Tiga opsi pengujian yang dibahas termasuk Decipher Prostate, Oncotype DX, dan Prolaris. Diskusi ini difokuskan pada panduan NCCN tentang pengujian yang mempengaruhi keputusan perawatan yang diambil oleh dokter dan bagaimana terapi penurunan androgen (ADT) diintegrasikan dengan pengujian ini.

Pertama, cebakan yang jelas antara biomarker genomik dengan tes germline dicatat. Biomarker genomik mencakup karakter DNA atau RNA yang dapat diukur, sedangkan tes germline mencari variasi genetik yang dapat meningkatkan risiko kesehatan atau predisposisi kanker. Decipher Prostate sudah memiliki rating evidence level 1B di panduan NCCN, yang diperoleh dari analisis posisi pasca-biopsi dan pasca-prostatektomi.

Decipher Prostate adalah tes berbasis 22 gen yang memanfaatkan analisis transkrip RNA penuh dan pembelajaran mesin untuk membantu keputusan pengobatan pasien kanker prostat. Melalui sampel biopsi atau jaringan yang diangkat secara bedah, tes ini dapat memprediksi risiko perkembangan metastasis. Validasi tes ini bersumber dari lebih 75 studi yang melibatkan lebih dari 100.000 pasien, menghasilkan data yang kuat untuk personalisasi perawatan.

Di sisi lain, Oncotype DX adalah pengujian berbasis 17 gen yang menggunakan biopsi untuk menilai 12 gen terkait kanker dan 5 gen referensi. Sebuah studi baru-baru ini mengungkapkan risiko reclassifikasi pada pasien dengan kanker prostat, di mana Oncotype DX menunjukkan akurasi 100% hingga 88.1% dalam klasifikasi risiko pada kelompok yang sangat rendah.

Temuan studi menunjukkan adanya kebutuhan akan lebih banyak penelitian untuk menilai peran yang sebenarnya dari pengklasifikasi genomik, khususnya pada pasien baru terdiagnosis yang hendak memulai pengobatan pertama.

Sementara itu, Prolaris dicatat dalam panduan kanker prostat NCCN dengan level bukti 2A. Pengujian ini membantu menentukan agresivitas tumor untuk keputusan terkait perawatan pasien. Prolaris bahkan mengklaim sebagai satu-satunya tes biomarker yang secara kuantitatif dapat mendemonstrasikan manfaat ADT ketika digabungkan dengan terapi radiasi.

Program diskusi juga mencakup pembuatan keputusan klinis yang berkaitan dengan pemantauan aktif pasien kanker prostat dengan risiko penyakit yang lebih baik. Penggunaan pengujian genomik mempengaruhi keputusan di antara pendekatan terapi tunggal dan multimodal serta optimasi ADT untuk melihat keuntungan dari terapi yang dilaksanakan.

Para dokter mencatat pentingnya pengujian genomik dalam menentukan fase dan metode pengobatan yang tepat. Misalnya, Kim menjelaskan bahwa pengujian Prolaris sering diintegrasikan ke dalam pengambilan keputusan untuk pasien dengan risiko penyakit menengah yang dianggap cocok untuk pemantauan aktif, bahkan meskipun mereka terlihat cocok secara tradisional.

Dari sudut pandang Lee, kanker prostat masih tertinggal di belakang kanker payudara dalam hal frekuensi pengujian genomik. Namun, kemajuan ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis biomarker kini lebih berfokus pada personalisasi perawatan pasien. Sementara itu, Finkelstein menekankan bahwa penggunaan Prolaris dalam praktik memperlihatkan potensi besar dalam merekomendasikan ADT lebih tepat dibandingkan dengan pengujian lain yang ada.

Forum ini menyoroti pentingnya pengujian genomik dan genetik dalam pengelolaan kanker prostat. Dengan alat seperti Decipher Prostate, Oncotype DX, dan Prolaris, dokter semakin dapat memberikan perawatan yang dipersonalisasi. Memahami risiko pasien melalui data ini memungkinkan pendekatan yang lebih cermat dalam pengambilan keputusan terkait terapi. Kita melihat pergeseran signifikan di dunia onkologi radiasi, dari pendekatan berbasis populasi ke pendekatan yang lebih terfokus pada individu.

Sumber Asli: www.cancernetwork.com

Clara Wang

Clara Wang is a distinguished writer and cultural commentator who specializes in societal issues affecting marginalized communities. After receiving her degree from Stanford University, Clara joined the editorial team at a prominent news outlet where she has been instrumental in launching campaigns that promote diversity and inclusion in journalism.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *