Pasien kanker sering mengalami komplikasi dermatologis akibat pengobatan. Dr. Jonathan Leventhal menjelaskan bahwa terapi seperti kemoterapi, imunoterapi, dan radiasi dapat menyebabkan berbagai efek samping seperti kerontokan rambut, infeksi kuku, dan dermatitis. Pendekatan multidisiplin dalam pengobatan penting untuk mengatasi masalah ini.
Komplikasi dermatologis dalam onkologi jadi perhatian penting. Pasien yang menjalani pengobatan kanker sering mengalami berbagai perubahan pada kulit, rambut, dan kuku. Efek samping ini tergantung pada jenis pengobatan yang diterima, sehingga dibutuhkan klinisi yang berpengalaman untuk menentukan penanganan yang tepat.
Dr. Jonathan Leventhal, direktur Program Residensi dan Klinik Onco-Dermatology di Yale School of Medicine, berbicara dengan CancerNetwork® tentang efek samping yang diobservasi serta metode diagnosis dan pengobatannya. Efek yang terlihat meliputi masalah pada rambut, kuku, dan kulit yang muncul akibat terapi seperti terapi target atau imunoterapi.
Terapi target mengubah kompleksitas efek samping kulit yang terjadi, termasuk reaksi seperti jerawat dan masalah kulit pada telapak tangan dan kaki. Selain itu, penggunaan imunoterapi yang semakin meluas menciptakan jenis efek samping dermatologis yang baru. Tidak ketinggalan, radiasi juga diketahui menimbulkan reaksi lokal seperti dermatitis radiasi, yang sering terjadi pada pasien.
Masyarakat yang menjalani terapi kanker menghadapi beragam masalah yang mempengaruhi kulit hingga membran mukosa. Misalnya, kemoterapi dapat menyebabkan kerontokan rambut, perubahan kuku, ruam kulit beragam seperti eritema toksik, dan mukositis. Sementara itu, pasien yang memperoleh terapi target mungkin mengalami ruam jerawat dan reaksi kulit pada telapak tangan serta kaki. “Kami melihat banyak infeksi kuku juga. Pasien yang menjalani terapi dengan inhibitor titik pemeriksaan imun dapat menderita ruam yang bersifat autoimun, disertai dengan rasa gatal yang tinggi,” kata Leventhal. Radiasi pun tak luput dari risiko reaksi kulit.
Kondisi ini menekankan pentingnya mendalami pendekatan multidisiplin dalam pengobatan kanker. ASNCO 2025 pun akan menyoroti presentasi utama dari berbagai disiplin onkologi, seperti kanker ginekologi dan malignansi genitourinari.
Dalam studi retrospektif terbaru mengenai penyakit leptomeningeal, melibatkan 64 pasien yang terdiagnosis, DS-GPA digunakan untuk memprediksi prognostik berdasarkan kanker primer. Ini menunjukkan upaya terus-menerus agar diagnosis dan pengobatan lebih efektif, selaras dengan perkembangan di lapangan.
Komplikasi dermatologis akibat pengobatan kanker menjadi tantangan bagi pasien dan dokter. Efek samping seperti masalah kulit dan kuku, yang semakin bervariasi seiring berkembangnya terapi, perlu penanganan yang tepat. Dengan pendekatan multidisiplin dan pemahaman terhadap efek samping ini, diharapkan kualitas hidup pasien dapat lebih baik sejalan dengan perkembangan metode pengobatan.
Sumber Asli: www.cancernetwork.com