Kasus kanker apendiks meningkat tajam di kalangan milenial dan Gen X, dengan diagnosis meningkat tiga kali lipat untuk kelompok usia tertentu. Penelitian ini mendorong masyarakat dan profesional medis untuk lebih waspada terhadap tanda-tanda kanker ini.
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa kasus kanker langka, khususnya kanker apendiks, meningkat signifikan di kalangan milenial dan Generasi X. Menurut data di AS, diagnosis kanker apendiks telah meningkat tiga kali lipat untuk orang-orang yang lahir antara 1976 hingga 1984. Sementara itu, untuk mereka yang lahir antara 1981 dan 1989, angka tersebut bahkan meningkat lebih dari empat kali lipat.
Penelitian ini dipublikasikan Senin lalu dalam jurnal Annals of Internal Medicine. Tim peneliti dari Vanderbilt University Medical Center menggali data dari Program Pemantauan, Epidemiologi, dan Hasil Nasional (SEER) milik National Cancer Institute untuk menemukan pola ini.
“Ketika kita mengamati angka-angka alarm yang terlihat untuk kanker apendiks di berbagai generasi, ditambah dengan fakta bahwa satu dari tiga pasien yang didiagnosis dengan kanker apendiks berusia di bawah 50 tahun, ini menunjukkan perlunya kesadaran akan tanda dan gejala kanker apendiks,” ujar Andreana Holowatyj, PhD, yang memimpin penelitian ini.
Kanker apendiks dianggap jarang, hanya mempengaruhi satu atau dua orang per juta setiap tahunnya di AS, menurut National Cancer Institute (NCI). Meski begitu, dokter meminta untuk tetap waspada. Jika ada gejala yang muncul, penting untuk segera mencari bantuan medis.
“Mengetahui kemungkinan diagnosis kanker apendiks, atau mendiagnosisnya lebih awal, penting bagi keberhasilan penanganan kanker ini. Kita perlu memahami faktor penyebab tren yang mengkhawatirkan ini,” ungkap Holowatyj lebih lanjut.
Kanker apendiks berkembang di organ kecil yang terletak di bagian kanan bawah perut. Ada dua jenis utama kanker ini: kanker apendiks epitelial yang berasal dari sel-sel lapisan apendiks, dan kanker neuroendokrine yang merupakan hasil pertumbuhan tumor neuroendokrine (karcinoid).
Di tahap awal penyakit, banyak orang mungkin tidak menunjukkan gejala. Saat penyakit berkembang, gejala umum seperti nyeri, perut kembung, massa di perut, mual, muntah, dan kenyang yang tiba-tiba saat makan mulai muncul.
Tingkat kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker apendiks bervariasi antara 10% hingga 63%. Pengobatan umum termasuk operasi pengangkatan apendiks disertai organ yang terkena serta kemoterapi untuk membunuh sel-sel kanker yang sudah menyebar.
Berdasarkan temuan ini, para peneliti mendesak peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat dan juga para profesional medis. “Karena meningkatnya angka kejadian di generasi muda sering kali mencerminkan beban penyakit di masa depan, hasil penelitian ini mendukung perlunya penelitian lebih jauh terkait adenokarsinoma apendiks, serta pendidikan tentang kanker ini di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat,” bunyi laporan penelitian tersebut.
Tidak ada pedoman skrining standar atau faktor risiko untuk kanker apendiks, yang berarti hingga separuh kasus didiagnosis setelah penyakit menyebar. Penelitian ini didanai oleh Yayasan Penelitian Kanker Apendiks Pseudomyxoma Peritonei dan Institut Kesehatan Nasional.
Studi baru menunjukkan lonjakan signifikan dalam kasus kanker apendiks di kalangan milenial dan Gen X, dengan diagnosis meningkat tiga hingga empat kali lipat. Kesadaran akan gejala awal sangat penting, mengingat tingginya insiden kanker ini pada usia di bawah 50 tahun. Peneliti menyerukan perlunya pendidikan dan penelitian lebih lanjut untuk menangani tren yang mengkhawatirkan ini.
Sumber Asli: www.foxnews.com