- Ketika berhadapan dengan pasien kanker, komentar yang tidak tepat bisa sangat menyakitkan.
- Seyma Saritoprak menggarisbawahi pentingnya memahami pengalaman pasien.
- Bentuk dukungan yang tepat dapat mengurangi perasaan cemas dan terisolasi.
Dukungan yang Ianya Butuhkan: Apa yang Harus Dihindari
Ketika Thomas Goode, seorang penduduk Carolina Utara berusia 52 tahun, didiagnosis mengidap multiple myeloma 16 tahun lalu, rasanya dunia ini runtuh. Proses yang panjang, dari radiasi ke transplantasi sel induk hingga uji klinis, dia jalani dengan dukungan keluarga yang datang dari berbagai negara bagian untuk merawatnya. Namun malangnya, seperti banyak penyintas kanker lainnya, Goode juga menghadapi rentetan ungkapan dan komentar dari orang lain yang meskipun dari niat baik, sering kali malah lebih merugikan.
Menghindari Pernyataan yang Menyakitkan
Seyma Saritoprak, PhD, seorang psikolog kesehatan klinis di City of Hope, California, menjelaskan bahwa diagnosis kanker adalah pengalaman yang sangat pribadi dan membingungkan. Dalam keadaan rentan, pertanyaan intrusif dan pernyataan optimis yang berlebihan bisa membuat pasien merasa tidak divalidasi. “Fokusnya adalah pada pemahaman bahwa seseorang yang didiagnosis kanker tidak mengharapkan kita untuk memperbaiki situasi atau memiliki semua jawaban,” ujar Saritoprak. Intinya adalah mereka hanya ingin merasa didengar dan didukung saat segalanya terasa tidak terkendali.
Jadi, kunci untuk berkomunikasi dengan pasien kanker secara efektif adalah dengan menghadapi mereka dengan cara yang sesuai. Dukungan yang bermakna datang dari kebijaksanaan dalam memilih kata-kata dan menghindari ungkapan yang berpotensi menyakitkan. Dengan mendengarkan tanpa penilaian, menghindari asumsi atau saran yang tidak diminta, dan memberi ruang bagi berbagai perasaan sulit, kita bisa menjadi sahabat yang lebih baik bagi yang terkena dampak.