FDA Perluas Pengobatan Kanker Prostat Melalui Terapi Target Protein PSMA

FDA memperluas penggunaan pengobatan 177Lu-PSMA-617 untuk kanker prostat, memungkinkan terapi lebih awal bagi pasien. Terapi ini menggunakan radiopharmaceuticals untuk menargetkan PSMA, protein di sel kanker, dan menunjukkan efektivitas dalam uji klinis. Ini menandakan kemajuan dalam bidang theranostics dan membawa harapan baru bagi pasien.

FDA telah memperluas persetujuan pengobatan untuk kanker prostat menggunakan radiopharmaceuticals yang dapat menghancurkan sel kanker. Terapi ini, yaitu 177Lu-PSMA-617 (Pluvicto®), kini dapat digunakan lebih awal untuk pasien kanker prostat. Molekul dalam terapi ini mengikat protein PSMA di permukaan sel kanker, mengantarkan radiasi yang merusak DNA dan menghancurkan sel kanker.

Sebelumnya, 177Lu-PSMA-617 disetujui hanya untuk pasien dengan kanker prostat metastatik yang resisten terhadap terapi hormon. Namun, hasil uji coba fase 3 menunjukkan bahwa terapi ini dapat diberikan kepada pasien yang belum mendapatkan kemoterapi berbasis taxane. Uji coba ini melibatkan 468 pasien dan menunjukkan perpanjangan waktu bebas progresi penyakit pada pasien yang menerima terapi dibanding dengan yang menerima ARPI kedua.

Michael Morris dari Memorial Sloan Kettering Cancer Center menyatakan bahwa “terapi ini merupakan perubahan besar” bagi pasien kanker prostat yang sudah menyebar. Pendekatan standar biasanya melibatkan pengobatan yang menargetkan androgen receptor, namun studi menunjukkan bahwa menggunakan 177Lu-PSMA-617 lebih efektif dengan efek samping yang lebih sedikit.

Kanker prostat adalah penyebab kedua kematian akibat kanker di kalangan pria di Amerika dengan lebih dari 35.000 kematian setiap tahun. Terapi baru ini dikembangkan oleh Novartis dan menjadi terobosan bagi pengobatan kanker prostat yang telah menyebar dan resisten terhadap obat lain.

Persetujuan FDA ini menunjukkan kemajuan dalam bidang theranostics, yang menggunakan substansi radioaktif untuk mendiagnosis dan mengobati kanker. Lisa Bodei, seorang ahli medis nuklir, menjelaskan bahwa “motto kami adalah ‘Kami melihat apa yang kami obati dan kami mengobati apa yang kami lihat’.” Uji klinis awal menunjukkan penambahan terapi ini memperlambat perkembangan kanker prostat yang sebelumnya ditemukan dalam presentasi Dr. Morris.

Terapi ini dapat menjadi harapan baru bagi pasien kanker prostat metastatik. Contohnya, Michael Rosenblum yang kanker prostatnya resisten terhadap perawatan lain. Setelah mengikuti uji coba, hasilnya mengejutkan: kanker metastatiknya tak lagi terlihat dan dia tetap bebas penyakit lima tahun kemudian.

Sejak 2021, FDA juga memberikan persetujuan untuk dua tes pencitraan kanker prostat baru berdasarkan teknologi serupa, memfokuskan pada penargetan PSMA. Teknologi ini memungkinkan dokter untuk menargetkan perawatan dengan tepat. Penelitian mengenai penggunaan agen PSMA mencerminkan kerja keras komunitas dokter.

Sebelum menerima terapi, pasien akan menjalani pemindaian PET dengan PSMA untuk memastikan cukup PSMA tersedia dalam sel. Jika memadai, mereka akan menerima obat radioaktif melalui injeksi dalam beberapa sesi. Dr. Morris menyatakan bahwa manfaatnya sangat besar bagi penderita kanker prostat.

FDA telah memperluas penggunaan 177Lu-PSMA-617 untuk pengobatan kanker prostat, menjadikannya pilihan lebih awal untuk pasien. Terapi ini memberikan harapan baru dengan efektivitas yang telah terbukti melalui uji klinis. Perkembangan dalam theranostics berpotensi membawa dampak besar bagi pasien kanker prostat, dengan pendekatan yang lebih terfokus dan efek samping yang lebih rendah. Inovasi ini adalah hasil kerja sama komunitas medis yang berdedikasi.

Sumber Asli: www.mskcc.org

Miguel Santos

Miguel Santos is a renowned journalist with an expertise in environmental reporting. He has dedicated the last 12 years to exposing the impacts of climate change and advocating for sustainable practices through powerful storytelling. A graduate of the University of California, Miguel’s insights have influenced policy decisions and raised awareness on critical ecological issues.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *