Kanker kolorektal semakin meningkat di kalangan orang dewasa muda. Penelitian menunjukkan bahwa pola makan, patogen makanan, obesitas, dan aktifitas fisik berperan dalam peningkatan ini. Upaya pencegahan melalui perubahan gaya hidup dan regulasi keselamatan makanan sangat diperlukan. Penyuluhan diet dan skrining rutin direkomendasikan.
Kanker kolorektal meningkat tajam di kalangan orang dewasa di bawah 50 tahun, mendorong perhatian baru terhadap diet dan faktor risiko gaya hidup lainnya. Ini menyoroti hubungan kompleks antara pengaruh lingkungan dan perilaku terhadap kesehatan jangka panjang. Kanker kolorektal, yang merupakan jenis kanker ketiga paling umum di dunia, mengalami peningkatan yang signifikan dalam 30 tahun terakhir, terutama di kalangan orang muda. Meski beberapa kasus disebabkan oleh kondisi genetik, banyak peneliti kini mengarahkan perhatian pada pola makan, patogen makanan, obesitas, dan kebiasaan tidak aktif.
Saat ini, penelitian terus mendalami hubungan ini, dan bukti yang ada menegaskan perlunya tindakan pencegahan. Patogen makanan, misalnya, berpotensi berkontribusi pada risiko kanker kolorektal, meskipun perannya dalam kasus awal masih tengah diselidiki. Sebuah studi dari University of Florida pada tahun 2024 menunjukkan bahwa Campylobacter jejuni, patogen umum pada unggas, dapat mempercepat perkembangan kanker usus besar melalui toksin yang merusak DNA. Dalam laporan CDC, terungkap bahwa C. jejuni menyebabkan lebih dari 1,5 juta infeksi usus di AS setiap tahun.
Helicobacter pylori juga dicurigai sebagai faktor risiko kanker kolorektal yang mempromosikan peradangan kronis, meskipun dampaknya pada orang dewasa muda masih belum jelas. Selain itu, beberapa bakteri seperti Fusobacterium nucleatum diketahui memiliki hubungan erat dengan kanker kolorektal. Gap dalam regulasi keselamatan makanan mungkin memperburuk risiko ini, dengan laporan dari Government Accountability Office menyebutkan bahwa USDA belum menetapkan standar kinerja untuk Salmonella dan E. coli pada daging. Hal ini bisa meningkatkan paparan terhadap patogen makanan.
Perubahan iklim juga bisa berperan. Dalam sebuah penilaian bersama USDA/NOAA, dilaporkan bahwa suhu yang lebih tinggi dapat mempercepat proliferasi Salmonella dan Campylobacter. Namun, bukti langsung terkait dengan kanker kolorektal masih terbatas dan memerlukan studi lebih lanjut.
Dari sisi diet, analisis dari Lancet Oncology menyebutkan pertumbuhan angka kanker kolorektal di tujuh dari 50 negara dalam studi. Di AS, hampir 18.000 orang di bawah 50 tahun didiagnosis setiap tahun. Sementara mereka yang lebih tua sering mendapatkan skrining rutin, generasi muda cenderung didiagnosis pada stadium yang lebih lanjut. Diet barat—yang kaya daging merah dan olahan—menjadi fokus penelitian, di mana studi dari Cleveland Clinic pada tahun 2024 mengungkap kandungan bahan metabolit dalam daging merah yang ditemukan meningkat pada pasien muda kanker kolorektal.
Konsumsi tinggi minuman manis juga berkontribusi pada risiko kanker ini, dengan pada 2022, kajian di Frontiers in Nutrition menghubungkan pola diet tersebut kepada adenomata kolorektal. Mikrobioma usus yang sangat dipengaruhi oleh makanan, bisa rusak oleh diet rendah serat. Selain pola makan, faktor gaya hidup lainnya seperti obesitas, kurang bergerak, dan merokok berperan signifikan. Dalam studi JAMA Oncology pada tahun 2023, ditemukan bahwa kelebihan berat badan dan rendahnya aktivitas fisik meningkatkan risiko kanker kolorektal hingga dua kali lipat.
Mendorong pencegahan, Dr. Suneel Kamath, penulis utama studi di Cleveland Clinic, menyarankan konseling diet untuk mengurangi asupan daging merah dan olahan, serta meningkatkan konsumsi makanan berserat. Para ahli juga mengingatkan pentingnya menjaga berat badan sehat, berolahraga secara teratur, dan menghindari merokok. Untuk memperkuat keselamatan pangan, advokasi publik mendesak penyusunan regulasi yang lebih ketat, termasuk penetapan standar patogen di unggas. CDC sedang berupaya meningkatkan metode atribusi sumber untuk penyakit yang ditularkan melalui makanan.
U.S. Preventive Services Task Force merekomendasikan skrining rutin mulai usia 45 tahun bagi yang berisiko rata-rata. Bagi individu di bawah 45 dengan faktor risiko, skrining lebih awal sangat dianjurkan. Sementara itu, penelitian berlanjut untuk mengungkap lebih dalam mengenai hubungan antara pola makan, keselamatan makanan, dan risiko kanker kolorektal. Penelitian menunjukkan pentingnya gaya hidup aktif dan pola makan seimbang dalam pengurangan risiko kanker kolorektal.
Kenaikan kasus kanker kolorektal di kalangan orang dewasa muda mengindikasikan perlunya tindakan mendesak. Faktor seperti diet, keselamatan makanan, dan gaya hidup berkontribusi pada risiko kanker ini. Peneliti menyoroti pentingnya upaya pencegahan melalui pola makan sehat dan kebiasaan hidup, seraya menekankan kesadaran terhadap faktor lingkungan dan makanan yang aman. Kedepannya, penelitian lebih lanjut dapat membantu menjelaskan hubungan ini.
Sumber Asli: www.foodsafetynews.com