Bagaimana Diet Tinggi Serat Dapat Mencegah Kanker

Konsumsi serat dapat membantu mencegah beberapa jenis kanker, termasuk kanker kolorektal. Di Amerika, kebanyakan orang hanya mendapatkan setengah dari kebutuhan serat harian yang disarankan. Sarankan untuk mengonsumsi lebih dari 25 gram serat dari makanan utuh. Penelitian di MSK sedang mengeksplorasi peran serat dan bakteri dalam kanker.

Apakah Anda perlu mengonsumsi lebih banyak serat dalam diet untuk membantu mencegah kanker? Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), sebagian besar orang dewasa di Amerika hanya mendapatkan setengah dari dosis harian serat yang direkomendasikan. Menariknya, menambah jumlah serat bisa jadi langkah yang baik untuk kesehatan.

Clinical dietitian-nutritionist Cara Anselmo, yang berpraktik di Memorial Sloan Kettering Cancer Center (MSK), menegaskan, “Makan lebih banyak serat sering kali terabaikan sebagai salah satu hal terbaik untuk kesehatan kita.” Mengapa serat itu penting? Ternyata, serat tidak hanya baik untuk kesehatan jantung dan pengendalian berat badan, tetapi juga bisa menurunkan risiko kanker tertentu seperti kanker kolorektal.

Kanker kolorektal, khususnya, cenderung meningkat di kalangan orang dewasa muda. Para ilmuwan mencurigai ada hubungan antara rendahnya konsumsi serat, dengan kurang dari 10% orang dewasa mendapatkan asupan serat yang cukup, dengan tren ini. Anselmo menjelaskan, serat memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan mikrobioma di usus.

Mikrobioma yang sehat menjaga keseimbangan bakteri baik di usus besar. Menurut Anselmo, “Ketika serat difermentasi oleh bakteri di usus kita, ia memproduksi metabolit yang mengurangi peradangan dan melindungi sel-sel usus dari kanker.” Selain itu, metabolit ini juga bisa meningkatkan kekebalan tubuh anti-kanker.

Serat juga membantu menurunkan kadar kolesterol dan mempercepat proses pencernaan, sehingga mengurangi waktu paparan terhadap makanan tidak sehat. Ini sangat berkontribusi dalam menurunkan risiko beberapa jenis kanker. Diet tinggi serat biasanya meliputi banyak makanan nabati seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, dan polong-polongan.

Sebuah diet tinggi serat dianggap jika mengandung lebih dari 25 hingga 30 gram serat sehari. Tim diet di MSK merekomendasikan agar setiap orang berusaha mendapatkan 25 gram serat setiap hari. “Konsumsi serat dari sumber makanan utuh seperti biji-bijian, sayuran, dan buah sangat dianjurkan,” tambah Anselmo.

Konsumen juga disarankan untuk meningkatkan konsumsi serat secara bertahap untuk menghindari ketidaknyamanan pencernaan, serta tetap terhidrasi. Penting juga untuk selalu berbicara dengan tim perawatan kanker mengenai diet khusus yang mungkin diperlukan.

Ada dua jenis serat: serat larut dan tidak larut. Serat larut dapat membantu menurunkan kadar gula dan kolesterol. Makanan yang kaya serat larut adalah apel, pisang, kacang-kacangan, dan gandum. Sementara serat tidak larut membantu memperlancar proses pencernaan dan mengatasi sembelit, ditemukan pada makanan seperti makanan biji-bijian utuh dan sayuran.

MSK sedang melakukan penelitian untuk mengetahui dosis serat optimal dalam pencegahan kanker, terkait biologi, genetika, dan gaya hidup individu. Mereka juga menyelidiki jenis bakteri yang terlibat dalam fermentasi serat dan metabolitnya. Jika penelitian ini berhasil, intervensi seperti transplantasi bakteri bisa dipertimbangkan untuk menurunkan risiko kanker. Selain itu, ada studi yang menguji hubungan antara asupan serat dan beberapa senyawa probiotik untuk meningkatkan efektivitas kemoterapi dan imunoterapi.

Meningkatkan asupan serat dalam diet dapat menjadi langkah penting dalam pencegahan kanker, khususnya kanker kolorektal. Penting untuk mendapatkan serat dari sumber makanan utuh dan tidak hanya mengandalkan suplemen. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana serat dan bakteri dalam usus dapat berkontribusi dalam mengurangi risiko kanker dan meningkatkan efektivitas terapi.

Sumber Asli: www.mskcc.org

Nina Sharma

Nina Sharma is a rising star in the world of journalism, celebrated for her engaging storytelling and deep dives into contemporary cultural phenomena. With a background in multimedia journalism, Nina has spent 7 years working across platforms, from podcasts to online articles. Her dynamic writing and ability to draw out rich human experiences have earned her features in several respected publications, captivating a diverse audience.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *