Kematian karena kanker terkait alkohol di AS meningkat dua kali lipat dalam 30 tahun, mencapai lebih dari 23.000 kematian per tahun pada 2021, terutama pada pria berusia 55 tahun ke atas. Penemuan ini akan disajikan di rapat American Society of Clinical Oncology mendatang.
Kematian akibat kanker yang berhubungan dengan alkohol di Amerika Serikat meningkat dua kali lipat selama tiga dekade terakhir. Dari sekitar 12.000 kematian setiap tahun pada tahun 1990, jumlah ini melonjak menjadi lebih dari 23.000 pada tahun 2021. Peningkatan ini terutama terlihat pada pria berusia 55 tahun ke atas.
Sementara data dari American Cancer Society menunjukkan kematian akibat kanker secara keseluruhan menurun sekitar 35% dalam periode yang sama. Penemuan ini akan dipresentasikan minggu depan di pertemuan tahunan American Society of Clinical Oncology di Chicago dan belum dipublikasikan di jurnal yang ditinjau sejawat.
“Ini adalah masalah kematian, bukan sekadar mengidap penyakit. Banyak kanker yang bisa diobati, namun ini menegaskan bahwa kematian akibat kanker disebabkan oleh alkohol,” ujar Jane Figueiredo, seorang profesor di Samuel Oschin Comprehensive Cancer Institute. Dia tidak terlibat dalam penelitian ini.
Penelitian ini memfokuskan pada tujuh jenis kanker yang berkaitan dengan alkohol: kanker payudara, hati, kolorektal, tenggorokan, kotak suara, mulut, dan esofagus. Meskipun alkohol bukan penyebab utama untuk semua kasus ini, ia berkontribusi pada sebagian dari mereka.
Dr. Michael Siegel, profesor di Tufts University, menunjukkan bahwa masyarakat sering tidak menganggap alkohol setara dengan bahan karsinogenik seperti tembakau. Padahal, ketika alkohol di metabolisme di tubuh, ia pecah menjadi asetaldehida—karsinogen yang juga ditemukan dalam asap rokok.
Sejak 1987, International Agency on Cancer Research, cabang dari WHO, telah mengklasifikasikan alkohol sebagai karsinogen. Penelitian awal mengaitkan konsumsi alkohol dengan kanker kepala dan leher serta kanker hati. Seolah tak berhenti, kaitan ini semakin meluas mencakup juga kanker payudara dan kolorektal.
Surat kabar dari mantan jenderal bedah AS mendorong agar minuman beralkohol dilengkapi dengan label peringatan kanker. Menurut WHO, tidak ada jumlah konsumsi alkohol yang dianggap aman. Penelitian baru menunjukkan bahwa pada tahun 1991, 2,5% dari semua kematian akibat kanker pada pria dan 1,46% pada wanita terkait dengan alkohol. Pada tahun 2021, angka ini meningkat menjadi 4,2% untuk pria dan 1,85% untuk wanita.
Meningkatnya kematian akibat kanker terkait alkohol lebih menyolok di kalangan pria, mencapai 56%, sementara bagi wanita cenderung meningkat hampir 8%. Dr. Chinmay Jani, pemimpin studi ini, mencatat bahwa kebiasaan minum berbasis gender memang mulai berubah dengan semakin banyaknya wanita yang menjadi peminum berat.
Kematian akibat tujuh kanker tersebut naik di 47 negara bagian untuk pria dan 16 untuk wanita, dengan New Mexico mencatat lonjakan tertinggi. Sementara itu, Washington D.C. dan New York menunjukkan penurunan terbesar untuk pria. Utah adalah negara bagian dengan angka kematian terkait alkohol terendah.
Kematian paling banyak terjadi pada kelompok usia 55 tahun ke atas, dengan angka kematian akibat kanker terkait alkohol naik lebih dari 1% per tahun antara 2007 dan 2021. “Efek karsinogenik mungkin tidak terlihat di usia muda, tetapi seiring bertambahnya usia dan terus minum, efek ini akan terakumulasi di dalam tubuh,” kata Jani.
Dari ketujuh kanker tersebut, kanker hati dan kolorektal menjadi yang paling mematikan pada tahun 2021. Untuk pria, kanker hati paling sering terjadi, sedangkan bagi wanita, itu adalah kanker payudara. Figueiredo menegaskan, bahkan sedikit alkohol dapat berdampak pada jaringan payudara.
Jani mendorong penelitian lebih lanjut untuk menggali bagaimana berbagai kelompok ras dan etnis terpengaruh oleh alkohol terkait risiko kanker. “Enzim yang memetabolisme alkohol lebih rendah pada beberapa kelompok etnis, sehingga asetaldehida lebih tinggi pada mereka,” tambahnya.
Konsumsi alkohol di AS mencapai puncaknya pada akhir 1970-an, lalu menurun hingga akhir 90-an, namun kembali meningkat tajam selama pandemi. Siegel mengingatkan bahwa pesan tentang alkohol perlu diubah, bukan hanya sekadar membahas tanggung jawab minum, tetapi juga untuk memahami risiko kesehatan yang bahkan dari konsumsi moderat.
“Kami tidak mendorong orang untuk berhenti minum. Setiap orang berhak membuat keputusan sendiri, tetapi penting bagi mereka untuk terinformasi dengan baik berdasarkan fakta, bukan kesalahpahaman,” tutup Siegel.
Kematian akibat kanker yang berkaitan dengan alkohol mengalami lonjakan signifikan di AS, terutama di kalangan pria. Walaupun kematian kanker secara keseluruhan menurun, dampak alkohol semakin terlihat. Penelitian ini menyoroti perlunya kesadaran lebih besar tentang efek alkohol yang berbahaya bagi kesehatan.
Sumber Asli: www.nbcnews.com