Penelitian baru dari Universitas Cambridge bisa mengubah cara kemoterapi dilakukan di Inggris. Tes DNA yang dikembangkan dapat memprediksi jenis kemoterapi yang paling efektif untuk pasien kanker dan mengurangi efek samping yang menyakitkan. Jika berhasil, ini bisa menandai pergeseran besar menuju perawatan kanker yang lebih dipersonalisasi dan efektif, memberi harapan bagi ribuan pasien.
Kemajuan baru dalam pengobatan kanker di Inggris bisa sangat menjanjikan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan kemoterapi bagi pasien. Peneliti dari Universitas Cambridge telah mengembangkan tes DNA yang dapat memprediksi jenis kemoterapi mana yang paling efektif untuk melawan tumor. Ini berpotensi mengurangi jumlah pasien yang harus menanggung efek samping menyakitkan dari pengobatan, hanya untuk melihat kanker kembali. Di Inggris, sekitar 92.000 pasien kanker menjalani kemoterapi setiap tahunnya. Efek samping dari kemoterapi mencakup mual, kelelahan, konstipasi, diare, serta masalah dengan memori dan konsentrasi, hingga penurunan kekebalan tubuh.
Dr Iain Foulkes, direktur di Cancer Research UK yang mendanai penelitian ini, menyatakan bahwa, “Hari-hari kemoterapi ditawarkan sebagai perawatan ‘satu ukuran untuk semua’ sudah berakhir. Berkat penelitian ini, kami menuju masa depan di mana perawatan kanker yang dipersonalisasi adalah pilihan bagi banyak pasien.” Beliau juga menekankan pentingnya memberikan perawatan yang lebih teroptimalkan agar lebih banyak orang dapat hidup lebih lama dan lebih baik, terbebas dari ketakutan akan kanker.
Kemoterapi memang merupakan bentuk pengobatan kanker yang efektif, tetapi bisa beracun bagi sel sehat juga. Selain efek samping umum, seperti kehilangan rambut sementara, beberapa efek jangka panjang malah bisa memengaruhi kesuburan. Tes ini memiliki kemampuan untuk memprediksi resistensi terhadap tiga jenis kemoterapi umum, yaitu kemoterapi berbasis platinum, antrasiklin, dan taksan. Penelitian ini diuji coba menggunakan data dari 840 pasien kanker, dengan klasifikasi mereka ke dalam “resisten kemoterapi” atau “sensitif kemoterapi.”
Para pasien yang diprediksi mengalami resistensi terhadap kemoterapi taksan ternyata memiliki tingkat kegagalan pengobatan yang lebih tinggi untuk kanker payudara metastatik dan prostat metastatik. Demikian pula, mereka yang diprediksi resisten terhadap antrasiklin memiliki tingkat kegagalan lebih tinggi untuk kanker payudara dan ovarium. Profesor James Brenton dari Cancer Research UK Cambridge Institute menambahkan, “Kemoterapi menyelamatkan banyak nyawa, tetapi cara pemberiannya belum banyak berubah selama lebih dari 40 tahun. Kami harus memahami siapa yang paling mungkin merespon agar kemoterapi bisa lebih disesuaikan.
Jadi, bagaimana tes ini bekerja? Tes ini mengamati perubahan pada urutan, struktur, dan jumlah salinan DNA dalam kanker, lebih dikenal dengan tanda ketidakstabilan kromosom (CIN). Tanda ini ditemukan dengan membaca urutan DNA penuh dari tumor dan mencari pola-pola gangguan dalam kromosom jika dibandingkan dengan sel normal.
Fiona Barvé, seorang mantan guru biologi, mengalami kanker ovarium pada 2017 dan mendapat perawatan di Rumah Sakit Addenbrooke’s di Cambridge. Setelah bebas kanker pada 2019, sayangnya kanker Fiona kembali di 2022. Ia pun mendapatkan lebih banyak perawatan. Fiona menyatakan, “Menjalani kemoterapi adalah proses fisik dan mental. Kelelahan serta efek samping yang berkepanjangan bisa berlangsung selama beberapa bulan setelah perawatan.” Keberhasilan pengobatannya menjadi hal yang signifikan baginya, di mana ia percaya pendekatan yang dipersonalisasi sangat penting.
Universitas Cambridge telah mengembangkan tes ini dan melisensikannya kepada Tailor Bio, perusahaan yang menciptakan perawatan terarah untuk kanker. Sembari menunggu hasil uji lebih lanjut, para ilmuwan juga akan mengajukan izin kepada badan regulasi Inggris untuk menyetujui penggunaan tes ini untuk masyarakat umum. Dr Geoff Macintyre, CSO di Tailor Bio, menekankan bahwa teknologi ini dapat membantu memahami “kekacauan genomik” yang terlihat pada banyak tumor yang dirawat dengan kemoterapi. Ini menyediakan wawasan tentang kondisi biologi tumor yang bisa digunakan untuk memprediksi resistensi terhadap kemoterapi.
Penemuan baru tentang tes DNA untuk kemoterapi ini membuka harapan bahwa perawatan kanker di Inggris dapat menjadi lebih efektif dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien. Dengan potensi untuk mengurangi efek samping dan meningkatkan hasil, penelitian ini adalah langkah maju besar dalam mengatasi perawatan kanker. Jika diadopsi secara luas, itu bisa menjadi game-changer dalam cara kita memandang dan mengobati kanker.
Sumber Asli: www.mirror.co.uk