Penelitian Menjelaskan Peningkatan Risiko Infeksi akibat Terapi Penghambat Checkpoint

Penelitian menunjukkan bahwa terapi penghambat checkpoint meningkatkan risiko infeksi pada pasien kanker dengan melemahkan fungsi sel B. Studi ini menjelaskan dampak PD-1 pada respons antibodi dan mengusulkan pemantauan serta intervensi untuk pasien berisiko. Hasil ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi sembari menjaga sistem kekebalan tubuh.

Para peneliti kanker, yang dipimpin oleh Garvan Institute of Medical Research, telah menemukan penyebab mengapa banyak pasien kanker yang menjalani terapi penghambat checkpoint mengalami peningkatan risiko infeksi. Temuan ini, yang dipublikasikan di jurnal Immunity, memberikan wawasan baru tentang respons imun dan potensi pendekatan untuk mencegah efek samping umum dari terapi kanker ini.

Terapi penghambat checkpoint telah merevolusi pengobatan kanker dengan meningkatkan kemampuan sel T dalam melawan tumor. Namun, sekitar 20% pasien mengalami peningkatan insiden infeksi, yang sebelumnya kurang dipahami. Penelitian ini menunjukkan bahwa meski terapi ini meningkatkan imunitas anti-kanker, mereka juga dapat melemahkan sel B, yang berfungsi memproduksi antibodi.

Tim peneliti memfokuskan perhatian pada molekul PD-1, yang mengatur aktivasi sel T. Penyakit ini diteliti pada pasien dengan defisiensi genetik PD-1 dan model hewan tanpa sinyal PD-1. Para peneliti menemukan adanya pengurangan keragaman dan kualitas antibodi yang diproduksi oleh sel B memori, yang berfungsi melawan patogen seperti virus dan bakteri.

Ditemukan bahwa individu yang kekurangan PD-1 atau PD-L1 memiliki antibodi yang kurang bervariasi dan lebih sedikit sel B memori, berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk menghasilkan antibodi berkualitas tinggi. Peneliti menyarankan agar dokter memantau fungsi sel B pada pasien yang menerima terapi ini dan mempertimbangkan intervensi preventif bagi yang berisiko tinggi.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah terapi penggantian imunoglobulin (IgRT), yang bertujuan menggantikan antibodi yang hilang untuk pasien imunodefisiensi. Penelitian ini memungkinkan pemahaman lebih baik tentang bagaimana sistem imun bekerja dan bagaimana imunitas bisa terpengaruh oleh modifikasi terapi kanker.

Peneliti berencana mengembangkan cara untuk memperbaiki terapi penghambat checkpoint agar tetap efektif dalam melawan kanker, sambil menjaga kemampuan sistem imun melawan infeksi. Penelitian ini akan memberikan manfaat lebih luas untuk memajukan penelitian kanker, genomik, dan imunologi.

Terapi penghambat checkpoint, yang saat ini digunakan untuk meningkatkan respons kekebalan terhadap kanker, telah terbukti membawa efek samping, termasuk peningkatan risiko infeksi. Mengerti bagaimana terapi ini mempengaruhi berbagai aspek sistem kekebalan tubuh penting untuk menciptakan pendekatan yang lebih seimbang dalam pengobatan kanker, sambil meminimalkan dampak negatif pada daya tahan tubuh pasien.

Penelitian menunjukkan bahwa penghambat PD-1 tidak hanya meningkatkan imunitas anti-kanker tetapi juga menghambat kemampuan sel B dalam melawan infeksi. Memantau fungsi sel B dan mempertimbangkan intervensi seperti IgRT dapat membantu mengurangi risiko infeksi pada pasien yang menjalani terapi ini. Ilmu pengetahuan imunologi dapat membantu menginformasikan terapi kanker yang secara bersamaan mengatasi kekebalan tubuh dan pengobatan kanker.

Sumber Asli: www.technologynetworks.com

Miguel Santos

Miguel Santos is a renowned journalist with an expertise in environmental reporting. He has dedicated the last 12 years to exposing the impacts of climate change and advocating for sustainable practices through powerful storytelling. A graduate of the University of California, Miguel’s insights have influenced policy decisions and raised awareness on critical ecological issues.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *