Penelitian ini oleh Universitas Niigata menunjukkan bahwa mendeteksi DNA tumor sirkulasi di cairan serebrospinal memungkinkan diagnosis penyakit leptomeningeal yang lebih dini pada pasien glioma midline difus. Ini dapat mempermudah pengobatan yang lebih agresif dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien.
Tim yang dipimpin oleh Departemen Bedah Saraf dari Institut Penelitian Otak, Universitas Niigata berhasil mendiagnosis penyakit leptomeningeal pada glioma midline difus dengan mendeteksi butiran mutan H3K27M dari DNA tumor sirkulasi dalam cairan serebrospinal pasien. Dalam dua kasus, diagnosis penyakit leptomeningeal dilakukan lebih awal dibandingkan metode tradisional seperti MRI dan sitologi cairan serebrospinal. Satu pasien bahkan menunjukkan kelangsungan hidup jangka panjang setelah menjalani intervensi agresif seperti pembedahan, radiasi, dan pengiriman intratekal agen kemoterapi.
Penyakit leptomeningeal adalah komplikasi serius yang sering menyertai glioma midline difus, di mana sel-sel tumor menyebar ke kawasan sekitar otak dan sumsum tulang belakang. Deteksi awal penyakit ini penting untuk memperbaiki kemungkinan hasil pengobatan. Penelitian ini menggunakan teknologi droplet digital PCR untuk menemukan jejak DNA tumor dalam cairan serebrospinal, yang memberikan peluang lebih baik untuk diagnosis dini dan intervensi cepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa deteksi awal mutasi pada cairan serebrospinal dapat meningkatkan peluang sukses pengobatan pada pasien dengan glioma midline difus. Metode inovatif ini mampu memberikan diagnosis yang lebih cepat dan akurat, memfasilitasi penanganan yang lebih agresif yang berpotensi meningkatkan kelangsungan hidup pasien.
Sumber Asli: www.news-medical.net