Risiko Kanker Sekunder Dalam Terapi CAR T-Cell

Terapi CAR T-cell berpotensi meningkatkan risiko kanker sekunder. Studi menunjukkan pentingnya mempertimbangkan strategi mitigasi dan diskusi terbuka antara dokter dan pasien. Meskipun ada kekhawatiran, manfaat terapi ini biasanya lebih besar dibandingkan risikonya, dan penelitian lebih lanjut diperlukan.

Terapi CAR T-cell berisiko menyebabkan kanker sekunder, sehingga diperlukan strategi mitigasi terhadap efek toksiknya. Menurut tinjauan di JAMA Oncology, walaupun risikonya relatif rendah pada pasien kanker hematologi, penanggulangan yang sistematis menjadi penting. Penulis utama kajian, Dr. Shyam A. Patel, mengungkapkan bahwa temuan ini memberikan kesempatan untuk penelitian lebih lanjut.

Proses pembuatan CAR T-cell yang melibatkan transeksi virus dapat menyebabkan mutagenesis penyisipan, berpotensi menghasilkan kanker. Beberapa kasus kanker sekunder yang terkait dengan terapi ini telah dilaporkan, termasuk limfoma. Penulis menekankan perlunya membedakan antara kanker sekunder yang disebabkan oleh mutagenesis dan yang terjadi akibat kemoterapi sebelumnya.

Durasi hidup yang lebih lama mungkin meningkatkan risiko kanker sekunder bagi pasien yang mendapatkan terapi CAR T-cell, dan risiko ini mungkin tak terdeteksi jika kematian akibat kanker utama menghalangi. Tim peneliti merekomendasikan pemahaman yang lebih baik akan hubungan antara produksi sel T dan kanker sekunder serta perlunya pemantauan yang lebih baik dalam jangka panjang.

Pada tahun 2023, FDA mengeluarkan pedoman mengenai potensi onkogenik terapi CAR T-cell setelah dilaporkan 20 kasus limfoma sel T pada pasien. Meski beberapa studi menunjukkan tingkat kanker sekunder antara 3% hingga 8%, penulis menyarankan perlunya tindak lanjut lebih lama dalam uji coba klinis.

Diskusi yang jujur dan terbuka tentang risiko kanker sekunder harus dilakukan oleh onkologis. Penulis merekomendasikan agar terapi CAR T-cell diberikan lebih awal dan adanya pengurangan penggunaan kemoterapi genotoksik untuk menurunkan risiko kanker sekunder. Beberapa uji coba telah menunjukkan tidak ada risiko tambahan dibandingkan metode standar.

Strategi mitigasi saat pembuatan terapi CAR T-cell sangat penting untuk menghindari risiko mutasi. Terapi berbasis non-viral mungkin menawarkan solusi yang lebih aman, tetapi tantangan biaya dan waktu tetap ada. Selain itu, pemeriksaan keadaan kesehatan dasar sebelum terapi juga dapat membantu mengurangi risiko kanker sekunder.

Penulis mencatat pentingnya pemantauan dengan pemeriksaan berkala untuk deteksi dini kanker. Meski data yang ada terbatas, mereka mendukung surveilans aktif bagi pasien yang khawatir dan berpendapat bahwa pendekatan tersuai akan sangat berharga.

Meskipun data yang ada menunjukkan adanya keterkaitan antara terapi CAR T-cell dan kanker sekunder, keterkaitannya jarang dilaporkan dengan jelas. Penulis menekankan bahwa manfaat terapi CAR T-cell biasanya lebih besar dibandingkan risiko tersebut, sehingga terapi tetap dipertimbangkan meskipun ada risiko yang sangat kecil.

Terapi CAR T-cell adalah inovasi dalam pengobatan kanker yang melibatkan modifikasi sel T pasien untuk menyerang sel kanker. Namun, ada laporan mengenai risiko kanker sekunder pasca terapi ini yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pasien dan dokter. Studi terbaru menganalisis hubungan antara terapi ini dan risiko kanker sekunder, serta membutuhkan strategi mitigasi yang efektif untuk meningkatkan keamanan pasien dan hasil terapi.

Meskipun ada bukti yang menghubungkan terapi CAR T-cell dengan kanker sekunder, manfaat terapi ini untuk mengatasi kanker utama umumnya dianggap lebih signifikan. Strategi mitigasi risiko melalui pengetahuan yang lebih baik dan pengelolaan kesehatan pasien akan sangat bermanfaat. Penelitian jangka panjang dan pendekatan yang dipersonalisasi disarankan untuk memahami dampak penuh dari terapi ini.

Sumber Asli: www.onclive.com

Clara Wang

Clara Wang is a distinguished writer and cultural commentator who specializes in societal issues affecting marginalized communities. After receiving her degree from Stanford University, Clara joined the editorial team at a prominent news outlet where she has been instrumental in launching campaigns that promote diversity and inclusion in journalism.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *