Tes DNA baru menunjukkan akurasi lebih dari 90% dalam mengidentifikasi risiko tinggi kanker usus pada penderita IBD, dengan tujuan mengurangi kebutuhan kolonoskopi dan operasi. Sekitar 500 ribu orang di Inggris mengalami IBD, dan 30% dengan sel abnormal berisiko kanker dalam 10 tahun.
Sebuah tes baru untuk mengidentifikasi risiko kanker usus pada orang dengan penyakit radang usus (IBD) terbukti lebih dari 90% akurat. Penelitian yang dilakukan oleh Institute of Cancer Research (ICR) mengembangkan metode pengujian DNA guna menentukan siapa di antara penderita IBD yang berisiko tinggi mengembangkan kanker usus. Hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah penderita IBD yang perlu menjalani operasi atau kolonoskopi berkala.
Penyakit radang usus, seperti Crohn dan kolitis ulseratif, meningkatkan risiko kanker usus, namun tidak semua orang akan mengalaminya. Sekitar 500 ribu orang di Inggris menderita IBD, dengan beberapa mengalami sel prakanser akibat iritasi pada lapisan usus. Sekitar 30% individu dengan sel abnormal berisiko mengembangkan kanker usus dalam waktu 10 tahun.
Peneliti di ICR menemukan orang dengan IBD yang kehilangan beberapa salinan DNA dalam sel prakansernya cenderung lebih berisiko tinggi. Mereka menciptakan algoritma untuk menghitung risiko kanker berdasarkan pola perubahan DNA dalam sel tersebut. Melalui kolaborasi dengan dokter dari rumah sakit spesialis usus, penelitian ini memberi pemahaman lebih baik mengenai pengelolaan risiko kanker bagi penderita IBD.
Penyakit radang usus (IBD) memengaruhi banyak orang dan berhubungan dengan risiko tinggi kanker usus. Penelitian terbaru bertujuan untuk memberikan alat prediksi yang lebih akurat bagi dokter dan pasien, sehingga lebih sedikit penderita yang harus menjalani prosedur invasif bagi manajemen risiko tersebut. Pendekatan DNA testing menyediakan cara baru untuk menilai risiko dengan presisi yang lebih baik.
Tes baru ini bisa merevolusi cara pengawasan kanker usus pada pasien IBD, dengan tingkat akurasi lebih dari 90%. Ini memungkinkan dokter dan pasien membuat keputusan yang lebih baik mengenai tindakan medis yang tepat, dan mengurangi kebutuhan untuk prosedur yang tidak nyaman seperti kolonoskopi dan operasi. Kolaborasi antara ilmuwan dan praktik medis menunjukkan kemajuan signifikan dalam manajemen kanker.
Sumber Asli: www.express.co.uk