Transplantasi ginjal dari donor terinfeksi virus Epstein-Barr dapat meningkatkan risiko gangguan limfoproliferatif pada penerima tidak terinfeksi. Sekitar 4-5% penerima ginjal berpotensi mengalami kondisi ini, dengan angka kematian mendekati 33%. Penelitian ini menunjukkan kurangnya data akurat sebelumnya dan menyerukan perlunya pemantauan lebih baik bagi pasien yang dirawati.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa transplantasi ginjal menggunakan organ donor yang terinfeksi virus Epstein-Barr dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan limfoproliferatif pascatransplantasi, terutama pada penerima yang sebelumnya tidak terinfeksi virus ini. Lebih dari 90% orang dewasa di AS pernah terinfeksi virus ini, yang dikenal sebagai penyebab mononukleosis menular dan terkait dengan beberapa jenis kanker.
Gangguan limfoproliferatif pascatransplantasi dapat mengancam jiwa, di mana sel-sel imun berkembang secara tidak terkendali dan mirip dengan kanker. Penelitian memperkirakan bahwa 4% hingga 5% penerima transplantasi ginjal berisiko mengalami kondisi ini, dengan sekitar 22% dari mereka yang tidak terinfeksi virus Epstein-Barr mengalami gangguan ini dalam tiga tahun setelah transplantasi.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko kematian lebih tinggi bagi penerima yang tidak terinfeksi dan menerima donor yang terikat virus. Sekitar 33% individu yang mengembangkan gangguan ini meninggal. Penulis utama, Dr. Vishnu Potluri, menjelaskan bahwa data registri nasional kemungkinan meremehkan insidens penyakit ini akibat pelaporan yang tidak lengkap.
Penelitian ini berpotensi memperluas pemahaman tentang gangguan limfoproliferatif pascatransplantasi, yang sebelumnya lebih banyak diteliti pada anak-anak. Mengingat kebanyakan orang dewasa telah terpapar virus Epstein-Barr, risikonya dalam populasi ini perlu diperhatikan lebih matang.
Para peneliti menekankan perlunya revisi dalam cara monitoring dan manajemen pasien terkena infeksi virus Epstein-Barr pascatransplantasi. Dr. Emily Blumberg mengusulkan pengujian rutin untuk aktivitas virus dalam darah sebagai langkah preventif. Sementara itu, Dr. Chethan Puttarajappa menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan keselamatan penerima transplantasi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa risiko gangguan limfoproliferatif pascatransplantasi lebih tinggi pada penerima ginjal yang tidak terinfeksi virus Epstein-Barr. Data yang ada sebelumnya mungkin tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya, sehingga mendesak perlunya pemantauan yang lebih baik dan penelitian lanjutan untuk meningkatkan keselamatan pasien transplantasi.
Sumber Asli: ascopost.com